Gubuk Mertua Noordin M Top di kampung Banyuasin, Ds Pamalayan, Kec Cikelet, Kab Garut, Jabar, tidak jauh dari lokasi Stasiun Peluncuran Roket Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). (foto: Ari Maulana Karang/Radar Tasikmalaya)
GARUT - Pelarian buron polisi Baharudin Latief alias Baridin, mertua gembong teroris Noordin M Top yang tewas ditembak Densus 88 di Mojosongo, Solo (17/9), berakhir kemarin.
Anggota Densus 88 Mabes Polri berhasil membekuk Baridin di sebuah perkebunan kelapa di Kampung Banyuasih, Desa Pamalayan, Cikelet, Garut, Jawa Barat, tidak jauh dari lokasi stasiun peluncuran roket Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
Baridin berhasil diamankan oleh anggota Densus 88 di sebuah gubuk terbuat dari bilik berukuran 1,5 x 2,5 meter yang terletak di tengah perkebunan kelapa bersama anaknya Ata Sabik Alim (23) pada Kamis (24/12) sekitar pukul 04.00 pagi. "Dijemput tanpa perlawanan," ujar Kepala Densus 88 Mabes Polri Brigjen Tito Karnavian kemarin.
Sejak awal Desember, seluruh anggota Densus 88 memang menajamkan mata. Tiga hari menjelang perayaan Natal personel korps burung hantu itu super aktif di lapangan ( Jawa Pos 24/12). Bersama Baridin, ikut diamankan putra ketiganya Ata Sabik Alim. Ata adalah adik Ariani Rahmah, istri Noordin. "Sekarang masih dikembangkan,?kata Tito saat ditanya apakah ada jaringan lain yang melindungi Baridin.
Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Ito Sumardi menjelaskan, penangkapan Baridin adalah hasil penyelidikan Densus 88 sejak lama. "Dari penangkapan ini semoga ada informasi lain yang berguna untuk penanggulangan teror," kata alumni Akpol 1977 itu. Ito menjelaskan, Baridin akan ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua, Jakarta. "Tapi, sekarang ini masih bersama anak-anak di lapangan" kata mantan Kapolwiltabes Surabaya itu.
Baridin menghilang sejak Juni 2009. Densus 88 awalnya mendapat informasi tentang seorang pria misterius yang belakangan diketahui Noordin M Top dari seorang pria Syaifuddin Zuhri yang ditangkap di desa Binangun, Cilacap. Syaifuddin ini berbeda dengan Syaifudin Zuhri bin Djaelani Irsyad dari Kuningan yang tewas tertembak di Ciputat, Tangerang Oktober 2009 lalu.
Syaifudin Zuhri yang ditangkap Juni itu menunjuk Pondok Pesantren Al Muadib yang juga rumah Baridin. Densus sempat menggerebeg rumahnya, tapi lolos.
Di Garut, Baridin menyamar sebagai penjual air gula aren ( lahang :bahasa Sunda, legen: bahasa Jawa). Sementara anaknya, tidak menetap di lokasi persembunyian melainkan datang dan pergi. Terkadang seminggu menetap, lalu pergi menghilang, tapi datang lagi. "Saat dijemput, tidak ada senjata api hanya parang dan badik," kata sumber Jawa Pos.
Di sekitar tempat penggerebekan Baridin, ada empat gubuk yang digunakan sebagai tempat tinggal para pembuat gula kelapa yang kebanyakan datang dari Jawa Tengah dan Pangandaran. "Pada saat penggerebekan, tidak terdengar suara gaduh," kata Samino (37) warga Pangandaran yang juga tinggal di perkebunan kelapa tersebut hampir satu tahun.
Saat itu, Samino mengaku sedang tertidur karena lelah bekerja seharian. Dari gubuknya yang berada paling dekat dengan gubuk tempat Baridin tinggal, yakni jaraknya kurang lebih 20 meter, dia sempat mendengar suara langkah kaki bersepatu. Namun, dia malas bangun dari tempat tidur karena menganggap suara langkah kaki itu adalah para pemburu burung yang biasa mencari burung di areal perkebunan tersebut.
Suara langkah kaki tersebut, menurut Samino terdengar cukup lama. Dia memperkirakan ada lebih dari 10 orang. Hingga pagi harinya, sekitar pukul 06.00, dia mengaku tidak mendapatkan Baridin di gubuknya. "Saya baru tahu kalau Baridin ditangkap setelah ada polisi dan warga yang datang ke gubuk Baridin," katanya.
Selama berada di Kampung Banyuasih, menurut Samino, Baridin menggunakan nama samaran Usmani dengan panggilan Usman, termasuk mengaku berasal dari Sleman, Jogjakarta. Samino mengaku percaya dengan semua yang diceritakan Baridin terkait asal-usulnya. "Karena dari logat bicaranya juga memang kental dengan logat Jawa. Saya tidak pernah menonton televisi karena di sini tidak ada televisi. Jadi saya tidak mengenali wajahnya dengan baik," jelasnya.
Kebanyakan warga juga tidak menyangka Baridin alias Usmani tersebut adalah teroris buronan polisi. Namun, menurut Firoh (55), orang yang bersedia menjadikan rumahnya sebagai tempat tinggal Baridin saat kali pertama buron Densus 88 itu menginjakan kakinya di Kampung Banyuasih, mengaku sempat diingatkan warga bahwa Baridin mirip dengan salah satu foto teroris yang ditayangkan televisi.
Namun, karena saat itu melihat Baridin berperilaku baik, rajin mengaji dan salat di Masjid, maka kecurigaan tersebut hilang. Apalagi, lanjutnya, tidak ada bukti yang kuat untuk menuduh Baridin sebagai anggota teroris saat itu.
"Saya sempat diingatkan beberapa warga bahwa Usman mirip foto anggota teroris, tapi saya tidak tahu cara membuktikannya, makanya dibiarkan saja, lagi pula orangnya juga baik dan rajin salat. Anak saya setiap malam belajar mengaji kepadanya," jelas Firoh.
Sebelum tinggal di rumah Firoh, Baridin sempat menginap satu malam di rumah Tatang, seorang nelayan. Bahkan, Tatang sempat mengajak Baridin melaut mencari ikan. Saat itu, Baridin mengalami mabuk laut berat sehingga profesi baru yang dijajakinya itu dihentikan.
Baridin akhirnya memilih menjadi buruh tani di kebun semangka setelah diajak warga sekitar hingga akhirnya dia menjadi pembuat gula dan tinggal di rumah Firoh kurang lebih 50 hari.
Kemudian suami Firoh, Agus, membuatkan Baridin gubuk untuk tempat tinggal sekaligus memproduksi gula. Menurut Firoh, kali pertama datang ke Kampung Banyuasih, Baridin tampak rajin salat berjamaah di masjid. Karena suaminya sering ke masjid, Agus kemudian mengajak Baridin tinggal di rumah.
Kala itu, Baridin mengaku meninggalkan rumah karena ada permasalahan pembagian warisan di rumahnya. Setelah satu bulan, kemudian datang seorang pemuda yang dari pengakuan Baridin adalah anaknya dan ikut tinggal di tempat Firoh.
"Saya masih ingat Baridin mulai tinggal di rumah saya pada tanggal 4 Juli 2009, selama 50 hari kemudian dibuatkan saung (gubuk) oleh suami saya di samping rumah sebagai tempat tinggal Baridin dan tempat membuat gula," jelasnya. Baridin dikenal sebagai orang yang tertutup.
Menurut Yani (35), pemilik warung tempat biasa Baridin berbelanja, jika diajak berbicara masalah politik biasanya Baridin menghindar dan pergi. Padahal, sebenarnya Baridin dikenal pandai mengaji. Demikian pula anaknya yang katanya lulusan dari sebuah pesantren.
Hingga tadi malam, Baridin dan Ata masih berada di suatu tempat yang dirahasiakan polisi. "Kami mendapat informasi nama-nama baru," kata sumber Jawa Pos. Orang-orang itu kini diincar Densus 88 Mabes Polri secara berpencar.
Baridin, kata perwira itu, sangat kooperatif. "Validasi soal informasi baru itu sekarang sedang dilakukan teman-teman. Termasuk mewaspadai adanya kemungkinan plot serangan yang direncanakan," katanya.
Memang, dari interogasi sementara, Baridin mengaku tak punya rencana untuk melakukan aksi balas dendam atas kematian Noordin. "Dia justru ingin dipertemukan dengan cucunya. Tapi, kita tidak boleh lengah oleh pengakuan," katanya. Pasal yang akan disangkakan pada Baridin adalah menyembunyikan tersangka pelaku terorisme dan kepemilikan bahan peledak di Cilacap, Jawa Tengah
GARUT - Pelarian buron polisi Baharudin Latief alias Baridin, mertua gembong teroris Noordin M Top yang tewas ditembak Densus 88 di Mojosongo, Solo (17/9), berakhir kemarin.
Anggota Densus 88 Mabes Polri berhasil membekuk Baridin di sebuah perkebunan kelapa di Kampung Banyuasih, Desa Pamalayan, Cikelet, Garut, Jawa Barat, tidak jauh dari lokasi stasiun peluncuran roket Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
Baridin berhasil diamankan oleh anggota Densus 88 di sebuah gubuk terbuat dari bilik berukuran 1,5 x 2,5 meter yang terletak di tengah perkebunan kelapa bersama anaknya Ata Sabik Alim (23) pada Kamis (24/12) sekitar pukul 04.00 pagi. "Dijemput tanpa perlawanan," ujar Kepala Densus 88 Mabes Polri Brigjen Tito Karnavian kemarin.
Sejak awal Desember, seluruh anggota Densus 88 memang menajamkan mata. Tiga hari menjelang perayaan Natal personel korps burung hantu itu super aktif di lapangan ( Jawa Pos 24/12). Bersama Baridin, ikut diamankan putra ketiganya Ata Sabik Alim. Ata adalah adik Ariani Rahmah, istri Noordin. "Sekarang masih dikembangkan,?kata Tito saat ditanya apakah ada jaringan lain yang melindungi Baridin.
Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Ito Sumardi menjelaskan, penangkapan Baridin adalah hasil penyelidikan Densus 88 sejak lama. "Dari penangkapan ini semoga ada informasi lain yang berguna untuk penanggulangan teror," kata alumni Akpol 1977 itu. Ito menjelaskan, Baridin akan ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua, Jakarta. "Tapi, sekarang ini masih bersama anak-anak di lapangan" kata mantan Kapolwiltabes Surabaya itu.
Baridin menghilang sejak Juni 2009. Densus 88 awalnya mendapat informasi tentang seorang pria misterius yang belakangan diketahui Noordin M Top dari seorang pria Syaifuddin Zuhri yang ditangkap di desa Binangun, Cilacap. Syaifuddin ini berbeda dengan Syaifudin Zuhri bin Djaelani Irsyad dari Kuningan yang tewas tertembak di Ciputat, Tangerang Oktober 2009 lalu.
Syaifudin Zuhri yang ditangkap Juni itu menunjuk Pondok Pesantren Al Muadib yang juga rumah Baridin. Densus sempat menggerebeg rumahnya, tapi lolos.
Di Garut, Baridin menyamar sebagai penjual air gula aren ( lahang :bahasa Sunda, legen: bahasa Jawa). Sementara anaknya, tidak menetap di lokasi persembunyian melainkan datang dan pergi. Terkadang seminggu menetap, lalu pergi menghilang, tapi datang lagi. "Saat dijemput, tidak ada senjata api hanya parang dan badik," kata sumber Jawa Pos.
Di sekitar tempat penggerebekan Baridin, ada empat gubuk yang digunakan sebagai tempat tinggal para pembuat gula kelapa yang kebanyakan datang dari Jawa Tengah dan Pangandaran. "Pada saat penggerebekan, tidak terdengar suara gaduh," kata Samino (37) warga Pangandaran yang juga tinggal di perkebunan kelapa tersebut hampir satu tahun.
Saat itu, Samino mengaku sedang tertidur karena lelah bekerja seharian. Dari gubuknya yang berada paling dekat dengan gubuk tempat Baridin tinggal, yakni jaraknya kurang lebih 20 meter, dia sempat mendengar suara langkah kaki bersepatu. Namun, dia malas bangun dari tempat tidur karena menganggap suara langkah kaki itu adalah para pemburu burung yang biasa mencari burung di areal perkebunan tersebut.
Suara langkah kaki tersebut, menurut Samino terdengar cukup lama. Dia memperkirakan ada lebih dari 10 orang. Hingga pagi harinya, sekitar pukul 06.00, dia mengaku tidak mendapatkan Baridin di gubuknya. "Saya baru tahu kalau Baridin ditangkap setelah ada polisi dan warga yang datang ke gubuk Baridin," katanya.
Selama berada di Kampung Banyuasih, menurut Samino, Baridin menggunakan nama samaran Usmani dengan panggilan Usman, termasuk mengaku berasal dari Sleman, Jogjakarta. Samino mengaku percaya dengan semua yang diceritakan Baridin terkait asal-usulnya. "Karena dari logat bicaranya juga memang kental dengan logat Jawa. Saya tidak pernah menonton televisi karena di sini tidak ada televisi. Jadi saya tidak mengenali wajahnya dengan baik," jelasnya.
Kebanyakan warga juga tidak menyangka Baridin alias Usmani tersebut adalah teroris buronan polisi. Namun, menurut Firoh (55), orang yang bersedia menjadikan rumahnya sebagai tempat tinggal Baridin saat kali pertama buron Densus 88 itu menginjakan kakinya di Kampung Banyuasih, mengaku sempat diingatkan warga bahwa Baridin mirip dengan salah satu foto teroris yang ditayangkan televisi.
Namun, karena saat itu melihat Baridin berperilaku baik, rajin mengaji dan salat di Masjid, maka kecurigaan tersebut hilang. Apalagi, lanjutnya, tidak ada bukti yang kuat untuk menuduh Baridin sebagai anggota teroris saat itu.
"Saya sempat diingatkan beberapa warga bahwa Usman mirip foto anggota teroris, tapi saya tidak tahu cara membuktikannya, makanya dibiarkan saja, lagi pula orangnya juga baik dan rajin salat. Anak saya setiap malam belajar mengaji kepadanya," jelas Firoh.
Sebelum tinggal di rumah Firoh, Baridin sempat menginap satu malam di rumah Tatang, seorang nelayan. Bahkan, Tatang sempat mengajak Baridin melaut mencari ikan. Saat itu, Baridin mengalami mabuk laut berat sehingga profesi baru yang dijajakinya itu dihentikan.
Baridin akhirnya memilih menjadi buruh tani di kebun semangka setelah diajak warga sekitar hingga akhirnya dia menjadi pembuat gula dan tinggal di rumah Firoh kurang lebih 50 hari.
Kemudian suami Firoh, Agus, membuatkan Baridin gubuk untuk tempat tinggal sekaligus memproduksi gula. Menurut Firoh, kali pertama datang ke Kampung Banyuasih, Baridin tampak rajin salat berjamaah di masjid. Karena suaminya sering ke masjid, Agus kemudian mengajak Baridin tinggal di rumah.
Kala itu, Baridin mengaku meninggalkan rumah karena ada permasalahan pembagian warisan di rumahnya. Setelah satu bulan, kemudian datang seorang pemuda yang dari pengakuan Baridin adalah anaknya dan ikut tinggal di tempat Firoh.
"Saya masih ingat Baridin mulai tinggal di rumah saya pada tanggal 4 Juli 2009, selama 50 hari kemudian dibuatkan saung (gubuk) oleh suami saya di samping rumah sebagai tempat tinggal Baridin dan tempat membuat gula," jelasnya. Baridin dikenal sebagai orang yang tertutup.
Menurut Yani (35), pemilik warung tempat biasa Baridin berbelanja, jika diajak berbicara masalah politik biasanya Baridin menghindar dan pergi. Padahal, sebenarnya Baridin dikenal pandai mengaji. Demikian pula anaknya yang katanya lulusan dari sebuah pesantren.
Hingga tadi malam, Baridin dan Ata masih berada di suatu tempat yang dirahasiakan polisi. "Kami mendapat informasi nama-nama baru," kata sumber Jawa Pos. Orang-orang itu kini diincar Densus 88 Mabes Polri secara berpencar.
Baridin, kata perwira itu, sangat kooperatif. "Validasi soal informasi baru itu sekarang sedang dilakukan teman-teman. Termasuk mewaspadai adanya kemungkinan plot serangan yang direncanakan," katanya.
Memang, dari interogasi sementara, Baridin mengaku tak punya rencana untuk melakukan aksi balas dendam atas kematian Noordin. "Dia justru ingin dipertemukan dengan cucunya. Tapi, kita tidak boleh lengah oleh pengakuan," katanya. Pasal yang akan disangkakan pada Baridin adalah menyembunyikan tersangka pelaku terorisme dan kepemilikan bahan peledak di Cilacap, Jawa Tengah
1 Komentar:
Lokasina Cakeut sareng dodoL picnic teu mang, si Babeh Kumaha Katewak oge teu ? he...Josss ah !!
Post a Comment
Silahkan Komentar Nye-Pam terpaksa saya Hapus.