Pasca penyadapan KPK terhadap sejumlah pejabat tinggi negara terkait kasus proyek pengadaan Sistem
Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) dengan tersangka Anggoro Widjojo, membuat lembaga itu jadi sorotan. Ada yang menginginkan agar kewenangan KPK itu dibatasi.
Misalnya, muncul keinginan dari Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) yang bakal menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai penyadapan dalam enam bulan ke depan. Menkominfo Tifatul Sembiring menginginkan departemennya memegang hak menyadap.
Tentu saja keinginan itu dinilai kalangan pemerhati hukum sebagai upaya untuk melemahkan KPK.
Anggota Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho menolak pembatasan yang bakal dilakukan Depkominfo terkait kewenangan KPK itu.
“Kami menolak pembatasan itu. Mekanisme penyadapan KPK sejauh ini dinilai tidak ada masalah,” kata Emerson.
Rencana pemberian hak penyadapan kasus korupsi kepada Depkominfo, menurutnya, tidaklah tepat. “Jika ada dugaan korupsi terjadi di Depkominfo izin penyadapannya itu nanti ke mana. Ini kan agak aneh. Saya malah curiga dengan adanya peraturan ini justru upaya melemahkan KPK,” jelasnya.
Untuk itu, Emerson mendesak Menkominfo mengurungkan niatnya melakukan batasan kewenangan tersebut. Biarkan kewenangan penyadapan itu layaknya saat ini.
“Seperti kasus Al Amin Nasution dan Artalyta Suryani, itu sebenarnya dapat karena ada penyadapan yang dilakukan KPK,” ucapnya.
Senada dengan Emerson, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menolak usulan pembatasan kewenangan penyadapan KPK.
“Kewenangan KPK harusnya ditambah, bukan dikurangi. Toh mereka dapat mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya,” ucap Boyamin.
Lagian, menurut Boyamin, penyadapan yang dilakukan KPK bukan untuk orang yang selingkuh. Ini lebih kepada para koruptor yang melakukan korupsi dan merugikan rakyat. Untuk itu, Boyamin mendesak agar KPK diberikan kewenangan sesuai dengan UU.
Di lain pihak, seperti dikutip dibeberapa media, Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Teten Masduki mengatakan, PP mengenai penyadapan hanya berlaku bagi lembaga hukum selain KPK.
“Di Indonesia harus dibatasi, saya setuju. Tapi KPK sudah punya batasanya dan SOP sendiri. Agak aneh kalau menteri mau membuat aturan,” kata Teten.
Menurut dia, dunia international sudah mengakui keandalan KPK menguak kasus korupsi. Apalagi, dia menganggap, ketika komisi anti korupsi itu menyadap selalu sesuai dengan prosedur.
Namun, Teten menganggap menteri tidak bisa menjamin penyadapan oleh Depkominfo akan bersih dari kepentingan. Teten menyarankan dalam kasus korupsi, penyadapan tetap sesuai dengan UU KPK.
source : www.rakyatmerdeka.co.id
Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) dengan tersangka Anggoro Widjojo, membuat lembaga itu jadi sorotan. Ada yang menginginkan agar kewenangan KPK itu dibatasi.
Misalnya, muncul keinginan dari Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) yang bakal menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai penyadapan dalam enam bulan ke depan. Menkominfo Tifatul Sembiring menginginkan departemennya memegang hak menyadap.
Tentu saja keinginan itu dinilai kalangan pemerhati hukum sebagai upaya untuk melemahkan KPK.
Anggota Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho menolak pembatasan yang bakal dilakukan Depkominfo terkait kewenangan KPK itu.
“Kami menolak pembatasan itu. Mekanisme penyadapan KPK sejauh ini dinilai tidak ada masalah,” kata Emerson.
Rencana pemberian hak penyadapan kasus korupsi kepada Depkominfo, menurutnya, tidaklah tepat. “Jika ada dugaan korupsi terjadi di Depkominfo izin penyadapannya itu nanti ke mana. Ini kan agak aneh. Saya malah curiga dengan adanya peraturan ini justru upaya melemahkan KPK,” jelasnya.
Untuk itu, Emerson mendesak Menkominfo mengurungkan niatnya melakukan batasan kewenangan tersebut. Biarkan kewenangan penyadapan itu layaknya saat ini.
“Seperti kasus Al Amin Nasution dan Artalyta Suryani, itu sebenarnya dapat karena ada penyadapan yang dilakukan KPK,” ucapnya.
Senada dengan Emerson, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menolak usulan pembatasan kewenangan penyadapan KPK.
“Kewenangan KPK harusnya ditambah, bukan dikurangi. Toh mereka dapat mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya,” ucap Boyamin.
Lagian, menurut Boyamin, penyadapan yang dilakukan KPK bukan untuk orang yang selingkuh. Ini lebih kepada para koruptor yang melakukan korupsi dan merugikan rakyat. Untuk itu, Boyamin mendesak agar KPK diberikan kewenangan sesuai dengan UU.
Di lain pihak, seperti dikutip dibeberapa media, Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Teten Masduki mengatakan, PP mengenai penyadapan hanya berlaku bagi lembaga hukum selain KPK.
“Di Indonesia harus dibatasi, saya setuju. Tapi KPK sudah punya batasanya dan SOP sendiri. Agak aneh kalau menteri mau membuat aturan,” kata Teten.
Menurut dia, dunia international sudah mengakui keandalan KPK menguak kasus korupsi. Apalagi, dia menganggap, ketika komisi anti korupsi itu menyadap selalu sesuai dengan prosedur.
Namun, Teten menganggap menteri tidak bisa menjamin penyadapan oleh Depkominfo akan bersih dari kepentingan. Teten menyarankan dalam kasus korupsi, penyadapan tetap sesuai dengan UU KPK.
source : www.rakyatmerdeka.co.id
0 Komentar:
Post a Comment
Silahkan Komentar Nye-Pam terpaksa saya Hapus.