Berita Gayus kembali mencuat, ketidak percayaan masyarakat kepada Institusi Polri di republik Indonesia tercinta sepertinya semakin menguat. Bukan sekali dua kali masyarakat awam seperti kita disuguhi tontonan memuakkan dari sepak terjang yang katanya para 'penegak hukum'.
Orang dapat menganggap lain atas istilah krisis penegakan hukum itu dan memberi tekanan pada faktor-faktor yang telah menentukan isi sesungguhnya dari hukum. Namun untuk mencapai supremasi hukum yang kita harapkan bukan faktor hukumnya saja, namun faktor aparat penegak hukum juga sangat berpengaruh dalam mewujudkan supremasi hukum walaupun tidak itu saja.
Orang mulai tidak percaya terhadap hukum dan proses hukum ketika hukum itu sendiri masih belum dapat memberikan keadilan dan perlindungan bagi masyarakat. Pengadilan sebagai institusi pencari keadilan sampai saat ini belum dapat memberikan rasa puas bagi masyaralat bawah.
Buktinya para koruptor milyaran bahkan triliunan rupiah masih berkeliaran dialam bebas, bolak-balik keluar negeri, hiburan kemana saja bisa dilakukan. Padahal mereka jelas-jelas korup uang negara. Bahkan ada yang sudah di putus dengan hukuman penjara pun masih bisa melakukan aktivitas sehari-harinya.
Sedangkan kalau kita lihat ke bawah pencuri, jambret, pencopet, perampok kecil-kecilan yang terpaksa mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidupnya harus dihajar dan dianiaya dalam proses penyidikan dikepolisian.
Dan memang ini adalah merupakan kejahatan dan melanggar hukum, tetapi kalau dibandingkan dengan para koruptor (penjahat kera putih) yang hanya dapat dilakukan orang diatas dapat begitu saja lepas dari jeratan hukum. Dan ini adalah faktor aparat penegak hukumnya yang belum mampu menegakan supremasi hukum.
Kepolisian sebagai aparat yang berhubungan langsung dengan masyarakat dan mempunyai tugas sebagai pelindung dan pengayom, menjadi tugas yang disampingkannya. Polisi ditingkat sektor terutama, dengan uang tebusan dari keluarga seorang penjahat atau yang sudah mempunyai status tersangka bisa keluar dan tidak diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Padahal sebenarnya sudah sangat jalas didalam KUHAP, yang notabene hukum produk manusia ini menekankan bahwa perkara pidana adalah perkara yang tidak mengenal Winwin solution , seperti dalam perkara perdata. Dalam contoh di atas membuktikan ketidak profesional atau polisi yang hanya mencari duit lewat pemerasan saja
Menyusul tertangkapnya kembali sosok seorang pria mirip Gayus HP Tambunan dalam video tim multimedia Kompas saat menonton turnamen tenis di Bali, aparat kepolisian harus memberikan klarifikasi. Pasalnya, dalam video itu menunjukkan Gayus sudah menonton tenis di Bali sejak Kamis (4/11/2010), sementara keterangan resmi Mabes Polri menyebutkan Gayus keluar tahanan pada hari Jumat (7/11/2010).
Polisi Main-main dengan Kronologis, Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, mengatakan, polisi terkesan main-main dengan kronologis keluar masuknya Gayus dari Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Polisi belum sepenuhnya terbuka soal keluarnya Gayus.
"Polisi sudah perkirakan memang kronologis yang mau dipakai gimana. Kalau dia memang baru pertama kali keluar, pasti polisi, kan bisa langsung sebutkan tanggal dan harinya. Tetapi, karena dia keluar masuknya sudah biasa, jadi mungkin catatan sebagai antisipasi seperti itu tidak tepat," ungkapnya kepada Kompas.com, Sabtu (13/11/2010).
Menurut anggota komisi yang membidangi masalah hukum, perundangan, HAM dan keamanan ini, jika mengacu pada kronologis dan tindakan suap, dirinya percaya bahwa Gayus memang keluar dari rutan sebelum hari Jumat.
"Jadi menurut saya, polisi buang badan, belum sepenuhnya juga mau mengungkap ini. Padahal, untuk membuktikannya, kan mudah saja, tinggal diuji di lab," tambahnya.
Source : Kompas dan Berbagai Sumber
Orang dapat menganggap lain atas istilah krisis penegakan hukum itu dan memberi tekanan pada faktor-faktor yang telah menentukan isi sesungguhnya dari hukum. Namun untuk mencapai supremasi hukum yang kita harapkan bukan faktor hukumnya saja, namun faktor aparat penegak hukum juga sangat berpengaruh dalam mewujudkan supremasi hukum walaupun tidak itu saja.
Orang mulai tidak percaya terhadap hukum dan proses hukum ketika hukum itu sendiri masih belum dapat memberikan keadilan dan perlindungan bagi masyarakat. Pengadilan sebagai institusi pencari keadilan sampai saat ini belum dapat memberikan rasa puas bagi masyaralat bawah.
Buktinya para koruptor milyaran bahkan triliunan rupiah masih berkeliaran dialam bebas, bolak-balik keluar negeri, hiburan kemana saja bisa dilakukan. Padahal mereka jelas-jelas korup uang negara. Bahkan ada yang sudah di putus dengan hukuman penjara pun masih bisa melakukan aktivitas sehari-harinya.
Sedangkan kalau kita lihat ke bawah pencuri, jambret, pencopet, perampok kecil-kecilan yang terpaksa mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidupnya harus dihajar dan dianiaya dalam proses penyidikan dikepolisian.
Dan memang ini adalah merupakan kejahatan dan melanggar hukum, tetapi kalau dibandingkan dengan para koruptor (penjahat kera putih) yang hanya dapat dilakukan orang diatas dapat begitu saja lepas dari jeratan hukum. Dan ini adalah faktor aparat penegak hukumnya yang belum mampu menegakan supremasi hukum.
Kepolisian sebagai aparat yang berhubungan langsung dengan masyarakat dan mempunyai tugas sebagai pelindung dan pengayom, menjadi tugas yang disampingkannya. Polisi ditingkat sektor terutama, dengan uang tebusan dari keluarga seorang penjahat atau yang sudah mempunyai status tersangka bisa keluar dan tidak diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Padahal sebenarnya sudah sangat jalas didalam KUHAP, yang notabene hukum produk manusia ini menekankan bahwa perkara pidana adalah perkara yang tidak mengenal Winwin solution , seperti dalam perkara perdata. Dalam contoh di atas membuktikan ketidak profesional atau polisi yang hanya mencari duit lewat pemerasan saja
Menyusul tertangkapnya kembali sosok seorang pria mirip Gayus HP Tambunan dalam video tim multimedia Kompas saat menonton turnamen tenis di Bali, aparat kepolisian harus memberikan klarifikasi. Pasalnya, dalam video itu menunjukkan Gayus sudah menonton tenis di Bali sejak Kamis (4/11/2010), sementara keterangan resmi Mabes Polri menyebutkan Gayus keluar tahanan pada hari Jumat (7/11/2010).
Polisi Main-main dengan Kronologis, Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, mengatakan, polisi terkesan main-main dengan kronologis keluar masuknya Gayus dari Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Polisi belum sepenuhnya terbuka soal keluarnya Gayus.
"Polisi sudah perkirakan memang kronologis yang mau dipakai gimana. Kalau dia memang baru pertama kali keluar, pasti polisi, kan bisa langsung sebutkan tanggal dan harinya. Tetapi, karena dia keluar masuknya sudah biasa, jadi mungkin catatan sebagai antisipasi seperti itu tidak tepat," ungkapnya kepada Kompas.com, Sabtu (13/11/2010).
Menurut anggota komisi yang membidangi masalah hukum, perundangan, HAM dan keamanan ini, jika mengacu pada kronologis dan tindakan suap, dirinya percaya bahwa Gayus memang keluar dari rutan sebelum hari Jumat.
"Jadi menurut saya, polisi buang badan, belum sepenuhnya juga mau mengungkap ini. Padahal, untuk membuktikannya, kan mudah saja, tinggal diuji di lab," tambahnya.
Source : Kompas dan Berbagai Sumber
2 Komentar:
beuuhh..memang blm sepenuhnya pcy neh ama silup..tp mo gmn lg,uang yg bcra..mlt ea diem aja...
sebuah PR jg wat kapolri baru..tp bs gak ea ngerjain PR nya..klo gak bs ea berarti hrs les privat ke lembaga pndidikan..hehehe
banyak jalan sebetulnya untuk membuktikan kalo gayus memang ke Bali.. diantaranya dengan pemeriksaan sidik jari di kamar hotel nya dan masih banyak cara yg lain, itu kalo niat....
Post a Comment
Silahkan Komentar Nye-Pam terpaksa saya Hapus.