Saya tidak akan menceritakan semua penghuni Blok IV B, hanya beberapa dari mereka yang memberikan kesan khusus, bisa saya ceritakan disini.
Darus penghuni sel 01, dialah pertama-tama yang bertemu dengan saya. Ia dijatuhi hukuman selama 23 tahun dengan tuduhan merampok dan membunuh Bandar Judi, pernah juga ia tinggal di LP Nusakambangan.
Kadang-kadang ia berbicara sepotong-potong mengenai kehidupannya sebelum masuk penjara., Alasan pertama mungkin karena kebetulan kita sama-sama dilahirkan di kota Garut, Dia juga pernah berkata “Anakku mungkin hampir seumuran kamu saat ini” itu alasan kedua yang sering ia ungkapkan kenapa ia benar-benar memperhatikan saya, dan selalu menemani kalau saya harus ke kantor kepala KPLP.
Memang saya pernah dinasehati untuk berhati-hati, jangan pernah pergi sendirian. Sebab kita tidak bisa menduga bagaimana perilaku penghuni Cipinang lain.
Darus banyak bercerita mengenai istri dan anaknya. Kadang-kadang dia mendapat izin berobat keluar sepanjang hari, tetapi sekembalinya dari luar, sama sekali tidak pernah dia bercerita mengenai pengobatan atau sakitnya. Namun justru bercerita hal lain, seperti memotong dan mengecat rambut di salon.
Ternyata di Cipinang dia bertugas sebagai seorang ‘Pemuka’ walaupun menurut cerita dari penghuni lain, tidak ada pengangkatan secara resmi. Bagaimanapun juga warga blok lainnya selalu segan terhadap Darus.
Dia memanggil saya dengan sebutan ‘Toge’ (Kecambah B. Sunda) karena dia sering melihat posisi tidur saya yang melengkung mirip dengan sayuran tersebut.
Sel Nomor 04 dihuni oleh seorang anak muda, Mendez namanya, setiap pagi dia sudah berpakaian rapi dan pergi ke kantor LP, setelah beberapa hari saya menjadi penghuni Blok IVB, dia mendatangi sel saya. Kemudian menceritakan, apa saja yang dia kerjakan. Dia menguasai Komputer, karena itu lantas diminta untuk membantu membereskan administrasi LP dengan peralatan komputer.
Oleh karena itu Mendez diizinkan memiliki seperangkat komputer lengkap di ruang sel-nya. Kadang kala di tengah malam yang senyap saya masih mendengarkan suara printer dari kamarnya.
Mendez cukup lama bermukim di Canada, oleh karena itu Bahasa Inggris dengan aksen Amerika baik sekali. Ia terkena pasal 340 dan sudah di-vonis hukuman mati.
Tetapi meskipun demikian, kehidupan sehari-harinya di LP Cipinang sama sekali tidak menggambarkan masalah yang sedang dia hadapi. Mungkin dia sudah pasrah.
Kalau sedang berada di dalam sel, dia banyak dikunjungi oleh rekan-rekan narapidana berkebangsaan asing. Rupanya, dia membantu mereka dalam menyelesaikan berbagai jenis dokumen yang diperlukan dalam Bahasa Indonesia.
Hanya saja dia memang tidak banyak bergaul dengan para narapidana lain, kalau sedang berada di blok, Mendez lebih banyak berada dalam selnya sendiri. “Saya senang ada kamu, bisa ngobrol mengenai komputer,” ucapnya dengan riang sewaktu saya mendatangi ke kamarnya untuk sekedar menengok keadaannya.
Mendez tidak pernah bercerita mengenai kasus yang telah mengantarnya masuk ke dalam Penjara Cipinang. Justru beberapa rekan narapidana lain yang menyampaikan pada saya, bahwa dia sudah pernah mengajukan grasi tapi ditolak.
Dia lebih nyaman memanggil saya Tozie, karena sering mendengar Darus memanggil saya dengan sebutan ‘Toge’, Mungkin disebabkan Ia orang Timor-Timur (Pen : Timor Leste) yang agak susah melapadzkan kata Toge, tapi akhirnya di lingkungan Blok IV B, hampir seluruh penghuni LP Cipinang baik itu Tahanan, Narapidana dan Petugas lebih suka memanggil saya dengan sebutan ‘Tozie’.
Komnas HAM
Panasnya siang hari ini menyelimuti Cipinang, tidak ada angin dan saya tersungkur di dalam sel dengan hanya memakai celana pendek dan kaos oblong bergambar anak saya tercinta serta tulisan “Save Our Soul’ di bawahnya.
Sambil merasakan memar biru di pelipis kananku yang berdenyut serta beberapa bagian tubuh lain yang sakit akibat dipermak saat interogasi tadi pagi, saya membuka buku harian dan untuk kesekian kalinya membaca ulang rentetan peristiwa yang mengantar saya ke ruangan Isolasi 2 X 3 Meter di Blok IV B ini.
Saya agak heran, mengapa kali ini bukan menggedor dengan keras seperti biasanya. Saya terbangun dan mendekat ke pintu, “Mas Tozie, ada Kalapas dan rombongan Komnas HAM, anda diminta untuk bisa bertemu” katanya dengan sopan. Saya masuk sambil sedikit mengomel dalam hati , “Bener bener sial, panas-panas seperti ini malah ada tamu dan harus memakai pake baju segala…”
Rombongan Komnas HAM berjumlah 5 orang mereka sudah lebih dulu duduk bersama-sama Kalapas. Saya sambut uluran tangan mereka, tetapi saya tidak sempat menyimak nama mereka satu-persatu. Lalu saya menarik kursi dan ikut duduk.
Para tamu kemudian bertanya segala macam masalah seperti biasanya pejabat kalau sedang melakukan inspeksi lapangan. Hanya sekadar bertanya tidak melihat kenyataan.sama sekali juga tidak pernah menyinggung soal HAM (Hak Azasi Manusia).
Mereka sama sekali tidak tertarik untuk membahas kenapa pelipis kanan saya bengkak membiru disertai bekas darah membeku, atau menanyakan kronologis penangkapan yang menyebabkan dua teman saya tertembak mati, padahal saat itu pisau lipatpun kami tidak membawa. Mimpi di siang bolong kalau saya saat itu mengharapkan mereka menanyakan itu semua.
Kalau saja mereka sedikit bertanya mengenai persoalan HAM, saya akan banyak bercerita, misalnya kenapa perlakuan kepada tahanan sama dengan narapidana ? saya akan bertanya bukan hanya sekadar soal hak azasi manusia, tetapi juga mengenai hak manusia. Tetapi sayang sekali mereka diam seribu bahasa persoalan itu. Pertanyaan malahan berkisar pada persoalan narkoba.
Memang menarik, oleh karena pada kenyataannya, peredaran narkoba di dalam penjara sangat luas sekali, bahkan di Blok IV B yang saya tinggali, juga merupakan tempat tahanan, dari kalangan pengedar maupun pemakai narkoba.
Mendengar cerita saya tentang narkoba, salah satu anggota tim Komnas HAM, seorang perempuan, bertanya, “ Apa anda juga ikut mengkonsumsi narkoba ?.”
Mendengar kata-kata tersebut langsung saja saya menukas, “Ibu menghina saya.”
Ia diam, semuanya diam dan mata saya tidak berhenti menatap lurus dan tajam kearah dua bola mata perempuan itu seolah-olah tepat menembus mata perempuan tersebut. Muncul pikiran kotor, “Ingin rasanya saya merobek-robek jalan pikirannya tersebut … ‘’
Apa ini merupakan tugas dari Komnas HAM, menuduh orang secara sembarangan menjadi pemakai narkoba ? Apakah dia tidak mengerti bahwa diri saya sedang menerima perlakuan sewenang-wenang karena dianggap melakukan tindakan Subversif, yang justru membutuhkan pembelaan dari pihak Komnas HAM bukan malah untuk diperolok-olok dan diejek.
Banyak sekali yang harus digali dan diketahui dari keadaan di Penjara atau Lembaga Pemasyarakatan (Ini merupakan bahasa keren-nya dari istilah lama, bui) atau rumah tahanan yang berkaitan dengan tugas HAM.
Tentu saya hormat sekali pada mereka yang memperjuangkan HAM secara konsisten yang tidak pernah berhenti. Tetapi untuk Tim Komnas HAM yang pada siang itu berkunjung, bahwa penilaian saya terhadap mereka sudah jauh di bawah garis nol.
Tiba-tiba, pengelola warung LP Cipinang datang dan membawa berbagai jenis minuman kaleng yang dingin, beserta segelas kopi hitam yang merupakan minuman favorit saya. Pemilik warung tersebut sangat hapal karena dalam sehari saya bisa memesan 6-7 gelas kopi untuk diantarkan ke sel saya, demikian pikiran saya, dapat menghirup segelas kopi meskipun hati masih jengkel. “Silahkan kopinya Mas Tozie” ucapnya lirih sambil menyodorkannya di depan saya
Tidak lama kemudian, setelah selesai menghirup segalas kopi, para tamu dari Komnas HAM pulang, diantar oleh Kalapas. Hati saya semakin bertambah bingung, lantas apa maksud mereka datang dan mengajak bertemu ? Persoalan apa saja yang mereka gali ?
Atau hanya ingin menuduh saya sebagai pemakai narkoba ? Atau sekadar ingin melihat penderitaan seorang Ayah yang dituduh melakukan tindakan subversif sehingga kehilangan pekerjaan, tempat usaha, Anak, Istri, Hak Azasi Manusia bahkan Hak nya sebagai manusia dalam waktu yang hampir bersamaan ?
Segala macam pertanyaan diatas langsung saya pupus. Saya kembali masuk ke dalam sel, dengan masih tetap menggerutu. Mungkin justru orang-orang semacam itu yang harus lebih dulu dimasukkan ke dalam sel, agar paham apa artinya HAM di dalam penjara. Terasa sekali sebuah tawa kecil keluar dari mulut saya ketika membayangkan mereka semua meringkuk di dalam sel.
Segelas Kopi Cipinang Lebih Mahal dari Black Coffe Starbuck
Selang beberapa hari sesudah kunjungan para tamu yang membuat kesabaran saya di uji tersebut, pengelola warung datang menemui saya sambil membawa secarik kertas kusut. Isinya berbagai catatan jenis minuman dan di bagian bawah ada penjumlahan, sekitar 190 ribu rupiah.
‘Lho ini tagihan apa ?’’ saya bertanya dengan nada heran, Dia menjawab ‘’Kata pengawal Kalapas Mas Tozie yang akan membayar minuman dingin sewaktu datang kunjungan Tim Komnas HAM. ‘’Suaranya lirih, mukanya tulus tanpa ekspresi.
'’ Shit ..You've gotta be kidding me! … Sialan, kenapa saya yang harus membayar ?’’, memangnya saya yang mengundang mereka ?’’kata saya sambil memandang tajam padanya. Ia hanya diam seribu bahasa.
Saya sadar dia tidak bersalah, dia melakukan perintah atasannya. Si pengelola warung memang tak mau rugi, dan juga tidak mau bikin ribut dengan penguasa setempat.
Harus ada yang dikorbankan, dan korban tersebut adalah diri saya sendiri, Laci meja segera saya buka. Tangan saya merogoh ke dalam, saya ambil dua lembaran 100 ribu rupiah. ‘’Sisanya ambil saja.!’’. Memang aneh bahwa kejengkelan yang saya beli dengan harga 190 ribu rupiah bisa terhapus dengan kebahagiaan yang saya peroleh dengan ‘membuang’ 10 ribu rupiah.
Walaupun pada saat itu saya terpaksa harus menggerutu. ‘’Sudah menghina orang dan menuduh sembarangan, tidak bicara soal HAM, masih minta ditraktir pula”.
Tapi saya tetap yakin Tuhan Maha Adil …,begitupun yang dirasakan Darus, Mendez, dan penghuni Sel Cipinang lainnya mungkin….
Darus penghuni sel 01, dialah pertama-tama yang bertemu dengan saya. Ia dijatuhi hukuman selama 23 tahun dengan tuduhan merampok dan membunuh Bandar Judi, pernah juga ia tinggal di LP Nusakambangan.
Kadang-kadang ia berbicara sepotong-potong mengenai kehidupannya sebelum masuk penjara., Alasan pertama mungkin karena kebetulan kita sama-sama dilahirkan di kota Garut, Dia juga pernah berkata “Anakku mungkin hampir seumuran kamu saat ini” itu alasan kedua yang sering ia ungkapkan kenapa ia benar-benar memperhatikan saya, dan selalu menemani kalau saya harus ke kantor kepala KPLP.
Memang saya pernah dinasehati untuk berhati-hati, jangan pernah pergi sendirian. Sebab kita tidak bisa menduga bagaimana perilaku penghuni Cipinang lain.
Darus banyak bercerita mengenai istri dan anaknya. Kadang-kadang dia mendapat izin berobat keluar sepanjang hari, tetapi sekembalinya dari luar, sama sekali tidak pernah dia bercerita mengenai pengobatan atau sakitnya. Namun justru bercerita hal lain, seperti memotong dan mengecat rambut di salon.
Ternyata di Cipinang dia bertugas sebagai seorang ‘Pemuka’ walaupun menurut cerita dari penghuni lain, tidak ada pengangkatan secara resmi. Bagaimanapun juga warga blok lainnya selalu segan terhadap Darus.
Dia memanggil saya dengan sebutan ‘Toge’ (Kecambah B. Sunda) karena dia sering melihat posisi tidur saya yang melengkung mirip dengan sayuran tersebut.
Sel Nomor 04 dihuni oleh seorang anak muda, Mendez namanya, setiap pagi dia sudah berpakaian rapi dan pergi ke kantor LP, setelah beberapa hari saya menjadi penghuni Blok IVB, dia mendatangi sel saya. Kemudian menceritakan, apa saja yang dia kerjakan. Dia menguasai Komputer, karena itu lantas diminta untuk membantu membereskan administrasi LP dengan peralatan komputer.
Oleh karena itu Mendez diizinkan memiliki seperangkat komputer lengkap di ruang sel-nya. Kadang kala di tengah malam yang senyap saya masih mendengarkan suara printer dari kamarnya.
Mendez cukup lama bermukim di Canada, oleh karena itu Bahasa Inggris dengan aksen Amerika baik sekali. Ia terkena pasal 340 dan sudah di-vonis hukuman mati.
Tetapi meskipun demikian, kehidupan sehari-harinya di LP Cipinang sama sekali tidak menggambarkan masalah yang sedang dia hadapi. Mungkin dia sudah pasrah.
Kalau sedang berada di dalam sel, dia banyak dikunjungi oleh rekan-rekan narapidana berkebangsaan asing. Rupanya, dia membantu mereka dalam menyelesaikan berbagai jenis dokumen yang diperlukan dalam Bahasa Indonesia.
Hanya saja dia memang tidak banyak bergaul dengan para narapidana lain, kalau sedang berada di blok, Mendez lebih banyak berada dalam selnya sendiri. “Saya senang ada kamu, bisa ngobrol mengenai komputer,” ucapnya dengan riang sewaktu saya mendatangi ke kamarnya untuk sekedar menengok keadaannya.
Mendez tidak pernah bercerita mengenai kasus yang telah mengantarnya masuk ke dalam Penjara Cipinang. Justru beberapa rekan narapidana lain yang menyampaikan pada saya, bahwa dia sudah pernah mengajukan grasi tapi ditolak.
Dia lebih nyaman memanggil saya Tozie, karena sering mendengar Darus memanggil saya dengan sebutan ‘Toge’, Mungkin disebabkan Ia orang Timor-Timur (Pen : Timor Leste) yang agak susah melapadzkan kata Toge, tapi akhirnya di lingkungan Blok IV B, hampir seluruh penghuni LP Cipinang baik itu Tahanan, Narapidana dan Petugas lebih suka memanggil saya dengan sebutan ‘Tozie’.
Komnas HAM
Panasnya siang hari ini menyelimuti Cipinang, tidak ada angin dan saya tersungkur di dalam sel dengan hanya memakai celana pendek dan kaos oblong bergambar anak saya tercinta serta tulisan “Save Our Soul’ di bawahnya.
Sambil merasakan memar biru di pelipis kananku yang berdenyut serta beberapa bagian tubuh lain yang sakit akibat dipermak saat interogasi tadi pagi, saya membuka buku harian dan untuk kesekian kalinya membaca ulang rentetan peristiwa yang mengantar saya ke ruangan Isolasi 2 X 3 Meter di Blok IV B ini.
DiaryLuka di pelipis kanan saya kembali berdenyut … saya berhenti membaca, agak mual dan pusing di ruangan pengap ini, memang pada saat itu udara panas sekali, saya tutup buku harian saya dan langsung terlentang di atas lantai. Mata saya belum sempat tertutup dengan sempurna, ketika seorang penjaga, dikenal dengan istilah Paste, mengetuk dengan lembut pintu besi sel.
Batavia 15 Mei
Situasi mencekam, bahkan siang lenggang orang-orang takut keluar rumah, tak ada yang berani berdagang, kerusuhan 2 hari berturut-turut membuat Ibukota Indonesia ini lumpuh, Toko-toko yang pemiliknya tak berdosa ikut dirusak, beredar beberapa selebaran anti cina, mungkin dari intel.
Menjelang petang hari ini kami membuat evaluasi dengan sembunyi-sembunyi dan cemas, juga lemas, sebab para koordinator lapangan tidak bisa mengendalikan orang-orang.
Beragam gosip dan spekulasi muncul, namun kami yakin militer tidak akan memberi toleransi lagi.
Mereka kini bergerak untuk menggebuk dan itu amat wajar.
Beberapa teman kami tidak hadir ada beberapa kemungkinan tertangkap, tertembak atau ‘tiarap’ di tempat berbeda. Namaku mulai disebut-sebut, kami berpencar sebelum malam, sebelum waktunya orang yang berkeliaran semakin dicurigai.
Batavia 16 Mei
Sejak shubuh tentara dan polisi sudah berjaga-jaga di jalan-jalan, bayangan mereka mengiringi matahari terbit, Intel berseliweran dengan beragam akting, ada yang berlaga jadi tukang parkir, pedagang asongan dan supir taksi dadakan.
Kami belum bisa keluar Batavia, Bis Antar Kota dan Kendaraan Umum hanya dalam hitungan jari yang beroperasi.
Ada razia acak dan mata-mata, saya dan dua rekan berdiam di sebuah Toko milik teman, yang lain bersembunyi terpisah-pisah.
Saya agak heran, mengapa kali ini bukan menggedor dengan keras seperti biasanya. Saya terbangun dan mendekat ke pintu, “Mas Tozie, ada Kalapas dan rombongan Komnas HAM, anda diminta untuk bisa bertemu” katanya dengan sopan. Saya masuk sambil sedikit mengomel dalam hati , “Bener bener sial, panas-panas seperti ini malah ada tamu dan harus memakai pake baju segala…”
Rombongan Komnas HAM berjumlah 5 orang mereka sudah lebih dulu duduk bersama-sama Kalapas. Saya sambut uluran tangan mereka, tetapi saya tidak sempat menyimak nama mereka satu-persatu. Lalu saya menarik kursi dan ikut duduk.
Para tamu kemudian bertanya segala macam masalah seperti biasanya pejabat kalau sedang melakukan inspeksi lapangan. Hanya sekadar bertanya tidak melihat kenyataan.sama sekali juga tidak pernah menyinggung soal HAM (Hak Azasi Manusia).
Mereka sama sekali tidak tertarik untuk membahas kenapa pelipis kanan saya bengkak membiru disertai bekas darah membeku, atau menanyakan kronologis penangkapan yang menyebabkan dua teman saya tertembak mati, padahal saat itu pisau lipatpun kami tidak membawa. Mimpi di siang bolong kalau saya saat itu mengharapkan mereka menanyakan itu semua.
Kalau saja mereka sedikit bertanya mengenai persoalan HAM, saya akan banyak bercerita, misalnya kenapa perlakuan kepada tahanan sama dengan narapidana ? saya akan bertanya bukan hanya sekadar soal hak azasi manusia, tetapi juga mengenai hak manusia. Tetapi sayang sekali mereka diam seribu bahasa persoalan itu. Pertanyaan malahan berkisar pada persoalan narkoba.
Memang menarik, oleh karena pada kenyataannya, peredaran narkoba di dalam penjara sangat luas sekali, bahkan di Blok IV B yang saya tinggali, juga merupakan tempat tahanan, dari kalangan pengedar maupun pemakai narkoba.
Mendengar cerita saya tentang narkoba, salah satu anggota tim Komnas HAM, seorang perempuan, bertanya, “ Apa anda juga ikut mengkonsumsi narkoba ?.”
Mendengar kata-kata tersebut langsung saja saya menukas, “Ibu menghina saya.”
Ia diam, semuanya diam dan mata saya tidak berhenti menatap lurus dan tajam kearah dua bola mata perempuan itu seolah-olah tepat menembus mata perempuan tersebut. Muncul pikiran kotor, “Ingin rasanya saya merobek-robek jalan pikirannya tersebut … ‘’
Apa ini merupakan tugas dari Komnas HAM, menuduh orang secara sembarangan menjadi pemakai narkoba ? Apakah dia tidak mengerti bahwa diri saya sedang menerima perlakuan sewenang-wenang karena dianggap melakukan tindakan Subversif, yang justru membutuhkan pembelaan dari pihak Komnas HAM bukan malah untuk diperolok-olok dan diejek.
Banyak sekali yang harus digali dan diketahui dari keadaan di Penjara atau Lembaga Pemasyarakatan (Ini merupakan bahasa keren-nya dari istilah lama, bui) atau rumah tahanan yang berkaitan dengan tugas HAM.
Tentu saya hormat sekali pada mereka yang memperjuangkan HAM secara konsisten yang tidak pernah berhenti. Tetapi untuk Tim Komnas HAM yang pada siang itu berkunjung, bahwa penilaian saya terhadap mereka sudah jauh di bawah garis nol.
Tiba-tiba, pengelola warung LP Cipinang datang dan membawa berbagai jenis minuman kaleng yang dingin, beserta segelas kopi hitam yang merupakan minuman favorit saya. Pemilik warung tersebut sangat hapal karena dalam sehari saya bisa memesan 6-7 gelas kopi untuk diantarkan ke sel saya, demikian pikiran saya, dapat menghirup segelas kopi meskipun hati masih jengkel. “Silahkan kopinya Mas Tozie” ucapnya lirih sambil menyodorkannya di depan saya
Tidak lama kemudian, setelah selesai menghirup segalas kopi, para tamu dari Komnas HAM pulang, diantar oleh Kalapas. Hati saya semakin bertambah bingung, lantas apa maksud mereka datang dan mengajak bertemu ? Persoalan apa saja yang mereka gali ?
Atau hanya ingin menuduh saya sebagai pemakai narkoba ? Atau sekadar ingin melihat penderitaan seorang Ayah yang dituduh melakukan tindakan subversif sehingga kehilangan pekerjaan, tempat usaha, Anak, Istri, Hak Azasi Manusia bahkan Hak nya sebagai manusia dalam waktu yang hampir bersamaan ?
Segala macam pertanyaan diatas langsung saya pupus. Saya kembali masuk ke dalam sel, dengan masih tetap menggerutu. Mungkin justru orang-orang semacam itu yang harus lebih dulu dimasukkan ke dalam sel, agar paham apa artinya HAM di dalam penjara. Terasa sekali sebuah tawa kecil keluar dari mulut saya ketika membayangkan mereka semua meringkuk di dalam sel.
Segelas Kopi Cipinang Lebih Mahal dari Black Coffe Starbuck
Selang beberapa hari sesudah kunjungan para tamu yang membuat kesabaran saya di uji tersebut, pengelola warung datang menemui saya sambil membawa secarik kertas kusut. Isinya berbagai catatan jenis minuman dan di bagian bawah ada penjumlahan, sekitar 190 ribu rupiah.
‘Lho ini tagihan apa ?’’ saya bertanya dengan nada heran, Dia menjawab ‘’Kata pengawal Kalapas Mas Tozie yang akan membayar minuman dingin sewaktu datang kunjungan Tim Komnas HAM. ‘’Suaranya lirih, mukanya tulus tanpa ekspresi.
'’ Shit ..You've gotta be kidding me! … Sialan, kenapa saya yang harus membayar ?’’, memangnya saya yang mengundang mereka ?’’kata saya sambil memandang tajam padanya. Ia hanya diam seribu bahasa.
Saya sadar dia tidak bersalah, dia melakukan perintah atasannya. Si pengelola warung memang tak mau rugi, dan juga tidak mau bikin ribut dengan penguasa setempat.
Harus ada yang dikorbankan, dan korban tersebut adalah diri saya sendiri, Laci meja segera saya buka. Tangan saya merogoh ke dalam, saya ambil dua lembaran 100 ribu rupiah. ‘’Sisanya ambil saja.!’’. Memang aneh bahwa kejengkelan yang saya beli dengan harga 190 ribu rupiah bisa terhapus dengan kebahagiaan yang saya peroleh dengan ‘membuang’ 10 ribu rupiah.
Walaupun pada saat itu saya terpaksa harus menggerutu. ‘’Sudah menghina orang dan menuduh sembarangan, tidak bicara soal HAM, masih minta ditraktir pula”.
Tapi saya tetap yakin Tuhan Maha Adil …,begitupun yang dirasakan Darus, Mendez, dan penghuni Sel Cipinang lainnya mungkin….
18 Komentar:
ceritanya bagus mas, tapi apakah ini kisah nyata sampean?
saya mulai menyukai gaya tulisan anda. ajarin dong....
Saya tidak suka dengan kata-kata "Harus ada yang dikorbankan, dan korban tersebut adalah diri saya sendiri" Berarti ak bener tuh. Cerita nya menarik untuk disimak, kenapa baru dipublish sekarang kang Toge ...
beuh keren kang, maksudnya keren ceritanya bukan keren karena kopitozie bertandang ke lapas Cipinang :D kopi sangat mahal ya disana, sangat ironis ketika liat hotelnya bu artalita beberapa waktu silam, jangankan kopi.... meni pedi aja dia bisa hehehe
cerita kang tozie sedikit mengingatkan masa lalu diriku.. tapi ya itu hanya tinggal kenangan.. long time ago sekarang aku sudah sedikit lupa.. ingin cerita di blog kurang bisa merangkai kata, karena usiaku mau kepala 4 lebih baik menikmati sisa hidup yang indah ini dan pertemanan blogger yang keren, fantastik dan bombastik.
sesama penggemar kopi dilarang saling mendahului.
Oke kang tozie sukses selalu untuk anda
Bravo blogger indonesia. keep blogging
Saya turut kecewa atas prilaku salasatu di antara lima Komnasham (HAM),yang menuduh kang Tozie sebagai pengguna narkoba,,,Anggota Hak azasi macam apa...atau kah HAM nya bukan itu,Melainikan (HAMPURAEUN MANUSIA)XIXixixix;D
bukan rahasia lagi...
hmm... dikirim ke media aja kang.. ntar dpublis dpat honor deh... 190rbnya balik tuh.. :D
Hmm, sepertinya kalau di bukukan bisa jadi bagus neh ceritanya . . *bagus mana antara "Toge" dan "Tozie" ya manggilnya? he he* salam kenal mas . . . .
keren euy.......sugan teh abi masuk ka blog penulis novel, sing horeng si akang ozie, ckckckckck bagus kang tulisannya......baru kali ini saya baca ampe tertegun, besok besok bikin lagi yah kang
LIKE THIS......
dua jempol dah.....
jadi ngefans neh.... ;;)
Sedih,,,Komnas Ham,,cuma namanya doank...ironis..
thanks infonya mampir lagi sekalian tukaran link banner and follow yuk"
Ceritae KerEn kang Tozie.. gya TULisannYa Oke Bangt http://us.i1.yimg.com/us.yimg.com/i/mesg/emoticons7/3.gif Jadi MerasA SmgT tuK Trus menULis NIh.. he..3x.. LiK mas Sdh saya Pasang Mas di veroccanews mOhON BL nya yak mas.. Thanks Banget http://us.i1.yimg.com/us.yimg.com/i/mesg/emoticons7/4.gif
Hanya satu kata,mantap kopinya.
hebat pengalamannya mas, mudahan menjadi inspirasi bagi yang lain
Wew, baca na kudu rada lila uy kang..
panjang pisan eta cerita teh..
kela menta dukungan di saat akhir kontes seo "seobloggerinc.org/blog/astagacom-lifestyle-on-the-net.html" hula, beres eta baca dui.. hihi
Nuhun kang, punten ah.. Akanglil
Your blog is distinctive. I have found your blog innovative. You have chosen very incredible theme for your sketch. I cherished it.
I really have interst to see new product
Bagus sekali gaya penulisannya. Namun, dibalik rapinya tulisan terdapat perjalan hidup yang mengerikan. luar biasa mas Tozie bisa melewati semua itu dengan tegar dan bangkit segera dari keterpurukan.
Semoga mas selalu diberi kebahagiaan dan cerita diatas bisa menjadi inspirasi banyak orang untuk sadar dan paham kalau 'Tuhan Maha Adil' terutama bagi mereka2 yang tengah diuji dalam keteraniayaan.
Salam
Post a Comment
Silahkan Komentar Nye-Pam terpaksa saya Hapus.