Bangsa Indonesia Ramah Tamah dan Murah senyum serta Pemaaf ? Ataukah Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang Murah Maaf ?
Butuh perdebatan panjang untuk menjawab pertanyaan yang saya anggap Misteri Ilahi, Budaya Korupsi di Bangsa Murah Maaf menjadi judul postingan dini hari ini yang terlintas di otak saya.
Walaupun saya yakin banyak yang tidak setuju jika Korupsi dianggap salah satu budaya Bangsa Indonesia. Sepertinya negara tetangga Malaysia tidak mungkin mengklaim Budaya yang satu ini, dan tidak akan ada perebutan serta usaha untuk saling mendahului mendapatkan paten Lembaga Internasional.
Maka julukan sebagai bangsa yang murah maaf (baca : mudah memberi maaf) perlu dipertanyakan kembali.
Ada orang asing yang heran dengan kebiasaan bangsa kita yang biasa mengucapkan maaf, misal pada saat mengawali pembicaraan.
Tetapi kejadian yang sangat kontras bisa langsung kita saksikan ketika orang antri membayar tagihan listrik atau telepon. Mudah sekali orang untuk menyerobot antrean dengan seenaknya dan tiada rasa malu dan bersalah untuk melakukan tindakan yang memalukan dan merugikan orang lain itu.
Padahal, menyerobot itu adalah perbuatan yang paling dibenci orang Barat modern, meskipun mereka belum belajar anggah-ungguh . Jangan-jangan ketaatan dan senyum kita yang ramah hanya lips service, karena pada kenyataanya tampak "raut muka asli" bangsa ini bertolak belakang dengan realitas yang ada.
Analis luar negeri juga pernah mengatakan "Indonesia adalah negara yang subur, negeri yang diberikan kekayaan alam oleh Tuhan yang melimpah, tetapi bangsa ini "dikutuk" oleh karena perbuatannya sendiri". Kelahiran generasi penerus koruptor akan makin menjatuhkan kondisi perekonomian bangsa yang kita cintai ini.
Ketika ada seorang sholeh tampil kedepan, dan menolak untuk dilibatkan dalam proyek korupsi, maka dengan terus terangnya mereka mengatakan "Anda ini sudah ketinggalan zaman, Indonesa sudah tidak butuh orang-orang suci".
Energi kita habis untuk menonton 'Dagelan tingkat tinggi' yang dipertontonkan para penguasa, akhirnya membuat mati rasa dan tidak peduli.
Karena persoalannya bukan itu. Kebocoran "energi" justru sebenarnya bisa terjadi di banyak sektor lain. Misalnya, salah satu pemborosan penggunaan uang belanja negara, penggerogotan uang negara untuk ngelancong alias jalan-jalan ke luar negeri, seperti yang dilakukan anggota dewan kita.
Para wakil rakyat yang berkedudukan di Ibukota negara itu berdalih, kedatangannya ke luar negeri dalam rangka studi banding, lah koq, malah belanja dan memborong beberapa benda mahal yang tidak ada di negara kita.
Teriakan protes sebagian warga yang sangat tidak setuju dengan hal bertentangan itu hanya ditepuk sebelah tangan, dilirik sebelah mata dan didengar sebelah telinga sambil tertidur lelap.
Sampai kapan kita menyaksikan wajah ketidak adilan sosial ini terjadi di negara kita? Perlu kita renungkan bersama, bahwa Allah SWT telah "menyapa" kita setidaknya yang paling besar lewat tsunami Aceh yang memakan korban ratusan ribu jiwa itu, gempa disana gempa disini, gempa dimana-mana.
Apakah ada tanda-tanda bangsa ini untuk bangkit? Kalau melihat apa yang pernah diucapkan mantan anggota parlemen Jepang yang mengenang saat hancurnya Nagasaki dan Hiroshima oleh Bom atom A.S.
Beliau berkata "bangunan sebesar telapak tangan pun kami tidak punya, betapa hancurnya negara kami waktu itu" . Lihatlah, pada titik terendah itu, Jepang bangkit dan kini menempati posisi ke-2 negara termaju setelah Amerika.
Apakah ini bisa menjadi "hipotesis" (cerminan) kita, bahwa pada titik rendah setelah Tsunami, Aceh, Gempa di Tasikmalaya, Gempa Padang atau menunggu Bangsa kita sampai titik nadir terendah ? Mungkinkah bangsa kita bisa bangkit dan menjadi bangsa yang keluar dari krisis multidimensi serta melaju sebagai bangsa yang disegani ?
Mengamati masalah kisruh KPK vs Polri walaupun sepertinya sedang 'kejar tayang' ... kita semua tidak tahu sudah masuk episode keberapa, akhirnya masyarakat lelah dan hampir tidak peduli bagaimana ending cerita 'para aktor kawakan' yang sutradara dan penulis skenarionya kemungkinan kecil ikut ditayangkan, kalau difilmkan saya mengusulkan judul Film tersebut agak panjang "Rahasia Ilahi dan Teka-teki penuh Misteri Budaya Korupsi di Bangsa Murah Maaf".
Karena saat mozaik-mozaik membingungkan dijalin untuk mendapatkan bentuk yang utuh sehingga bisa dipahami oleh kita masyarakat kebanyakan dengan otak pas-pasan, 'Dagelan Tingkat tinggi' membuat cerita tambah menjadi tidak pasti dan membingungkan.
Sekali lagi, evaluasi diri merupakan hal yang utama bagi kita atas apa saja yang kita saksikan dan dengarkan tentang "kemalangan" bangsa ini. Sikap optimistis memang harus selalu dipupuk, tetapi pesimisme akan terus mengintai sepanjang "babak ketidakpastian" ini berlangsung tiada ujung.
Butuh perdebatan panjang untuk menjawab pertanyaan yang saya anggap Misteri Ilahi, Budaya Korupsi di Bangsa Murah Maaf menjadi judul postingan dini hari ini yang terlintas di otak saya.
Walaupun saya yakin banyak yang tidak setuju jika Korupsi dianggap salah satu budaya Bangsa Indonesia. Sepertinya negara tetangga Malaysia tidak mungkin mengklaim Budaya yang satu ini, dan tidak akan ada perebutan serta usaha untuk saling mendahului mendapatkan paten Lembaga Internasional.
Maka julukan sebagai bangsa yang murah maaf (baca : mudah memberi maaf) perlu dipertanyakan kembali.
Ada orang asing yang heran dengan kebiasaan bangsa kita yang biasa mengucapkan maaf, misal pada saat mengawali pembicaraan.
Menurutnya, sangat aneh mengucapkan kata maaf diawal pembicaraan, padahal dia tidak bersalah.Kasus lain juga mungkin perlu disingkap, misalnya ada orang yang dengan mudah mempersilahkan orang lain untuk mengambil makanan pada saat pesta walimah (prasmanan), seolah-olah seluruh tamu yang datang adalah saudara yang harus dimuliakannya, bahkan dengan senang hati mereka antri.
Dan lebih aneh lagi, ketika justru dia benar-benar -terbukti, secara sah dan meyakinkan- bersalah, tapi sulitnya untuk mengucapkan maaf atas kesalahannya.
Tetapi kejadian yang sangat kontras bisa langsung kita saksikan ketika orang antri membayar tagihan listrik atau telepon. Mudah sekali orang untuk menyerobot antrean dengan seenaknya dan tiada rasa malu dan bersalah untuk melakukan tindakan yang memalukan dan merugikan orang lain itu.
Padahal, menyerobot itu adalah perbuatan yang paling dibenci orang Barat modern, meskipun mereka belum belajar anggah-ungguh . Jangan-jangan ketaatan dan senyum kita yang ramah hanya lips service, karena pada kenyataanya tampak "raut muka asli" bangsa ini bertolak belakang dengan realitas yang ada.
Analis luar negeri juga pernah mengatakan "Indonesia adalah negara yang subur, negeri yang diberikan kekayaan alam oleh Tuhan yang melimpah, tetapi bangsa ini "dikutuk" oleh karena perbuatannya sendiri". Kelahiran generasi penerus koruptor akan makin menjatuhkan kondisi perekonomian bangsa yang kita cintai ini.
Ketika ada seorang sholeh tampil kedepan, dan menolak untuk dilibatkan dalam proyek korupsi, maka dengan terus terangnya mereka mengatakan "Anda ini sudah ketinggalan zaman, Indonesa sudah tidak butuh orang-orang suci".
Energi kita habis untuk menonton 'Dagelan tingkat tinggi' yang dipertontonkan para penguasa, akhirnya membuat mati rasa dan tidak peduli.
Karena persoalannya bukan itu. Kebocoran "energi" justru sebenarnya bisa terjadi di banyak sektor lain. Misalnya, salah satu pemborosan penggunaan uang belanja negara, penggerogotan uang negara untuk ngelancong alias jalan-jalan ke luar negeri, seperti yang dilakukan anggota dewan kita.
Para wakil rakyat yang berkedudukan di Ibukota negara itu berdalih, kedatangannya ke luar negeri dalam rangka studi banding, lah koq, malah belanja dan memborong beberapa benda mahal yang tidak ada di negara kita.
Teriakan protes sebagian warga yang sangat tidak setuju dengan hal bertentangan itu hanya ditepuk sebelah tangan, dilirik sebelah mata dan didengar sebelah telinga sambil tertidur lelap.
Sampai kapan kita menyaksikan wajah ketidak adilan sosial ini terjadi di negara kita? Perlu kita renungkan bersama, bahwa Allah SWT telah "menyapa" kita setidaknya yang paling besar lewat tsunami Aceh yang memakan korban ratusan ribu jiwa itu, gempa disana gempa disini, gempa dimana-mana.
Apakah ada tanda-tanda bangsa ini untuk bangkit? Kalau melihat apa yang pernah diucapkan mantan anggota parlemen Jepang yang mengenang saat hancurnya Nagasaki dan Hiroshima oleh Bom atom A.S.
Beliau berkata "bangunan sebesar telapak tangan pun kami tidak punya, betapa hancurnya negara kami waktu itu" . Lihatlah, pada titik terendah itu, Jepang bangkit dan kini menempati posisi ke-2 negara termaju setelah Amerika.
Apakah ini bisa menjadi "hipotesis" (cerminan) kita, bahwa pada titik rendah setelah Tsunami, Aceh, Gempa di Tasikmalaya, Gempa Padang atau menunggu Bangsa kita sampai titik nadir terendah ? Mungkinkah bangsa kita bisa bangkit dan menjadi bangsa yang keluar dari krisis multidimensi serta melaju sebagai bangsa yang disegani ?
Mengamati masalah kisruh KPK vs Polri walaupun sepertinya sedang 'kejar tayang' ... kita semua tidak tahu sudah masuk episode keberapa, akhirnya masyarakat lelah dan hampir tidak peduli bagaimana ending cerita 'para aktor kawakan' yang sutradara dan penulis skenarionya kemungkinan kecil ikut ditayangkan, kalau difilmkan saya mengusulkan judul Film tersebut agak panjang "Rahasia Ilahi dan Teka-teki penuh Misteri Budaya Korupsi di Bangsa Murah Maaf".
Karena saat mozaik-mozaik membingungkan dijalin untuk mendapatkan bentuk yang utuh sehingga bisa dipahami oleh kita masyarakat kebanyakan dengan otak pas-pasan, 'Dagelan Tingkat tinggi' membuat cerita tambah menjadi tidak pasti dan membingungkan.
Sekali lagi, evaluasi diri merupakan hal yang utama bagi kita atas apa saja yang kita saksikan dan dengarkan tentang "kemalangan" bangsa ini. Sikap optimistis memang harus selalu dipupuk, tetapi pesimisme akan terus mengintai sepanjang "babak ketidakpastian" ini berlangsung tiada ujung.
Jawa Pos beberapa tahun yang lalu pernah mewartakan penelitian media massa dunia, bahwa bangsa Indonesia berada pada posisi pertama dalam soal bangun pagi, sedangkan Jepang, A.S dan negara maju lainnya paling siang.
Nah, Pertanyaannya adalah kalau memang bangsa Indonesia bisa bangun lebih pagi, lalu apa saja yang dilakukan selama baru bangun itu, kemajuan jarang ditemukan, yang ada hanya kemajuan jam kedatangan kantor (baca : terlambat) dan sikap-sikap pejabat maupun intelektual yang indisipliner , sehingga massa grass root ikut apa yang mereka lakukan.
Itulah perilaku dan keadaan bangsa kita yang sudah cukup sepuh ini. Ibarat manusia, yang sudah berusai 64 tahun pastinya banyak pengalaman, namun Indonesia tidak demikian, karena diusia yang layak dipanggil 'Kakek' karena sudah 64 Tahun ini sedang cari pengalaman. Menyedihkan ... Wallahu'alam Bishawab
Nah, Pertanyaannya adalah kalau memang bangsa Indonesia bisa bangun lebih pagi, lalu apa saja yang dilakukan selama baru bangun itu, kemajuan jarang ditemukan, yang ada hanya kemajuan jam kedatangan kantor (baca : terlambat) dan sikap-sikap pejabat maupun intelektual yang indisipliner , sehingga massa grass root ikut apa yang mereka lakukan.
Itulah perilaku dan keadaan bangsa kita yang sudah cukup sepuh ini. Ibarat manusia, yang sudah berusai 64 tahun pastinya banyak pengalaman, namun Indonesia tidak demikian, karena diusia yang layak dipanggil 'Kakek' karena sudah 64 Tahun ini sedang cari pengalaman. Menyedihkan ... Wallahu'alam Bishawab
6 Komentar:
yup kita harus membangun kerja keras untuk mengembalikan kebudayaan bangsa yang mulai hilang b-( akibat kemajuan.Selain itu seperti terjadinya kebalikan keadilan negeri ini,orang yang salah bebas melengangg sedangkan yang salah dicari kesalahan dan disudutkannya b-(
Yulianto Terlacak di Surabaya, Pukulan Telak Polri & Pengacara dan Kejaksaan.
Apakah si Bonaran Sirait yang berkoar2 Siap Sobek Kartu Pengacara Bila Yulianto Muncul. Akan Menepati janjinya ?
1. Indonesia bukan hanya di kenal dengan "pemaaf" juga "penyabar"
2. Kalau di Bandara Internasional seperti Dubai terlihat jelas orang Indonesia susah di ajak antri,ini berdasarkan pengalaman ane.
3. Apa yang terjadi di Indonesia akibat kesalahan waktu pengambilan sumpah.....Al-Quran taruh di "belakang"
memang seharusnya bangsa Indonesia bisa memilah-milih terhadap masalah yang memang boleh dimaafkan atau tidak sepantasnya untuk dimaafkan
Katanya hukum tak pandang bulu mana buktinya?malah seolah-olah hukum di buat hanya dan untuk orang berduit dan orang yang punya kuasa.Aparat hukum kita memang tak tau malu sudah nyata-nyata ditelanjangi eeeh masih saja tinggal diam dan seolah membela diri.nasib nasib
Mantab deh Infonya...
Memang negeri ini masih belum bisa jujur. Makanya perlu adanya pendidikan moral sejak dini.
Post a Comment
Silahkan Komentar Nye-Pam terpaksa saya Hapus.