Cicadas Bandung bukan tempat yang asing walaupun daerah ini bukanlah salah satu tempat tujuan wisata, Daerah ini cukup terkenal karena Cicadas memang kawasan kumuh, Paling padat di dunia. Masyarakat di sana, kebanyakan kaum buruh, tukang becak, pedagang kaki lima.
Pada kurun waktu 90-an anda harus berpikir ratusan kali jika naksir salah satu Mojang Bandung asal Cicadas apalagi kalau harus ngapelin malem minggu, jika rumah Gadis Bandung Panon Hideung Pipi Tutung pujaan hati melewati 'Gang Sejuta Punten" mau tidak mau kita harus "siap kulit siap duit" untuk selamat kembali ke rumah.
Daerah Cicadas sempat dikenal sebagai daerah rawan, daerah tukang mabok, tukang tarok, dan tukang nyingsatkeun anderok. Bahkan ada istilah sendiri untuk menggambarkan daerah Cicadas, yaitu ”negara beling”.
”Dahulu di sini rawan, karena banyak tukang mabok. Sekarang hanya ada satu-dua orang, dan itu pun kalau punya uang, dahulu kerawanan termasuk perzinahan (ngawinkeun randa).
Kalau disebut bangsat di sini disebut bangsat kukut, orang yang sedang mabuk silih kadek (saling bacok) dengan sesama tukang mabuk,” ungkap seorang warga Cicadas yang menolak disebutkan namanya.
Citra Cicadas sebagai negara beling tidak lepas dari mitos kekerasan dan legenda kelompok-kelompok pemuda pada kurun waktu tahun 1970-an dan 1980-an. Pada akhir tahun 1970-an misalnya dikenal kelompok Rahwana, lalu kelompok bela diri Sakarima (Bandarkarima).
Kemudian pada tahun 1980-an dikenal kelompok Dolar Klub, dan terakhir pada tahun 1990-an dikenal kelompok Ninja Cicadas. Di luar kelompok tersebut, ada banyak tokoh lokal yang disegani seantero Bandung Timur, sebut saja Maman Sport, Nana Berlit, Maman Skogar, dan Eman Suhada. Selain keempat tokoh tersebut ada pula yang dikenal sebagai jeger dan jawara.
Istilah jeger tidak diketahui asal usulnya, dan sekarang memiliki banyak arti. Misalnya jeger diartikan sebagai ”penguasa daerah”, ”kokoh dan kuat” (panceg jeung geger), ”pemimpin”, ”keamanan daerah”. Bahkan ada yang bercanda sebagai singkatan dari ”jig ka ditu, jig ka dieu nyieun geger” (Ke mana pun pergi membuat heboh/onar).
Demikian juga istilah ”preman” yang memiliki banyak arti. Di kalangan penduduk pada umumnya, preman berarti orang-orang yang suka mabuk, malak, tidak punya kerja, sering berkelahi, cenderung menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah.
Sedangkan yang lainnya melihat preman sebagai orang-orang bebas, bebas bertindak, bertindak seenak hatinya. Apakah daerah Cicadas masih seangker dahulu? Mari kita lihat satu segmen wilayah permukiman di Cicadas, yaitu daerah yang dahulu sempat dikenal dengan nama Lemahneundeut.
Lemahneundeut adalah salah satu lingkungan permukiman padat di Cicadas yang secara administratif termasuk Kelurahan Cikutra. Permukiman ini memang padat, tetapi secara teknis tidak kumuh. Luas wilayah permukiman sekira 6.244 m2 (446 tumbak). Daerah seluas itu dihuni 170 kepala keluarga (kk) yang terdiri dari 670 jiwa.
Rumah hunian dibangun permanen, nyaris tanpa koridor pemisah dengan bangunan lain. Sarana penerangan umum tersedia resmi dari PLN. Saluran telefon rumah tersedia, demikian juga sumber air bersih dari PDAM atau sumur. Awal tahun 1990-an, sempat dibangun saluran air limbah rumah tangga, sayangnya tidak berfungsi.
Lokasi sarana kesehatan dan pendidikan umum tersedia dalam jarak yang relatif dekat, misalnya Rumah Sakit Santo Yusuf, dan sejumlah sekolah dasar negeri. Terdapat tempat pembuangan sementara (TPS) sebagai sarana kebersihan yang ditempatkan di luar wilayah permukiman.
Di luar itu, pengurus RW menyelenggarakan pelayanan kebersihan sendiri, yaitu memungut sampah dari rumah-rumah untuk dibawa ke TPS. Sejak awal tahun 1970-an, permukiman yang terletak persis di samping RS Santo Yusuf ini, telah menjadi rukun warga yang resmi diatur pemerintah. Status tersebut diberikan setelah dikeluarkannya Peraturan Daerah (Perda) kota Bandung tentang Pokok-Pokok Rukun Tetangga dan Rukun Warga pada tahun 1971.
Pengawasan resmi terhadap lingkungan RW diperkuat lagi dengan keluarnya Perda tentang mengubah untuk pertamakalinya Perda Pokok-Pokok Rukun Tetangga dan Rukun Warga yang dikeluarkan tanggal 31 Januari 1973. Perda ini mengatur hierarki pengawasan dan pembinaan. Rukun Tetangga diawasi pengurus Rukun Warga yang diawasi Kepala Lingkungan bersama-sama Camat atau pejabat yang ditunjuk.
Ketua RW dipilih langsung. Ada bendahara dan sekretaris, lalu seksi-seksi, seperti PKK, pendidikan, lingkungan, P4, keamanan, kepemudaan, dan lain-lain. Batas-batas wilayah pun ditandai. Dalam hal Lemahneundeut, pembagian wilayah RT dilakukan sederhana saja, yaitu mengukur panjang gang yang melintas di sepanjang permukiman lalu di bagi lima.
Uang kas pengurus RW berasal dari tiga jenis sumber keuangan, yaitu iuran warga, jasa keamanan, dan sumbangan dari sejumlah kegiatan ekonomi. Iuran warga sebesar Rp 2.000,00/bulan. Kas dari iuran bisa mencapai Rp 125.000,00. Uang itu digunakan untuk membayar gaji bulanan tukang sampah sebesar Rp 100.000,00. Sisanya untuk kegiatan PKK dan Kegiatan Kelompok Kerja PKK.
Selain itu, warga memberi iuran sosial sebesar Rp 1.000,00 untuk disumbangkan kepada warga yang sakit, meninggal, dan melahirkan. Sementara uang keamanan diperoleh dari pedagang kaki lima, biaya penitipan motor, dan biaya parkir mobil.
Pendapatan jasa keamanan setiap bulannya mencapai Rp 120.000,00 berasal dari PKL sebesar Rp 60.000,00, parkir mobil Rp 45.000,00, dan penitipan motor Rp 15.000,00. Uang tersebut digunakan untuk gaji tim keamanan.
Pendapatan lainnya disebut sebagai ”pendapatan daerah” bersumber dari pungutan terhadap ojek motor sebesar Rp 100.000,00 dan biaya parkir di lahan Super Basar (SB) sebesar Rp 50.000,00. Pendapatan ini digunakan untuk membiayai kegiatan pengurus dan sumbangan kepada warga.
Seksi-seksi di dalam organisasi kepengurusan diberi kebebasan mencari dana sendiri. Pada tahun 2005 misalnya, seksi lingkungan mencari dana melalui pengajuan proposal kegiatan ke Dinas Pertamanan, Dinas Pekerjaan Umum, dan BPLH untuk membersihkan sungai dari sampah.
Demikian juga seksi kepemudaan, melalui organisasi Karang Taruna memprakarsai pengumpulan dana sumbangan dari pengguna jalan untuk kegiatan perayaan hari kemerdekaan. Pengumpulan dana dilakukan melalui mekanisme pengajuan proposal kegiatan. Terdapat pula organisasi lainnya. Sebagai contoh dewan kepengurusan masjid (DKM) dan pengelola taman bermain anak.
Organisasi ini bersifat otonom, mengelola kegiatan dan mencari dana sendiri. Sebagai contoh, pertengahan tahun 1980-an panitia pembangunan masjid dan DKM membentuk panitia pengumpulan dana untuk membiayai pemeliharaan dan renovasi masjid. Sedangkan pengelola kelompok bermain memprakarsai kerja sama dengan berbagai pihak untuk menyediakan fasilitas bermain anak dan menyelenggarakan pendidikan.
Kegiatan sehari-hari penghuni beraneka ragam menurut pekerjaan dan mata pencahariannya. Orang-orang dewasa laki-laki yang telah berkeluarga berada di luar rumah misalnya melakukan kegiatan sebagai pedagang, buruh pabrik, buruh toko, tukang parkir, tukang becak, tukang ojek, menjadi guru di sekolah-sekolah negeri, kegiatan sukarela di organisasi lembaga swadaya masyarakat, menjadi tenaga satuan pengaman (satpam) toko dan gedung.
Perempuan dewasa rupanya sama, hanya sebagian yang tinggal di rumah, mengasuh anak, membersihkan rumah, memasak, dan beberapa di antaranya melakukan kegiatan ekonomi di rumah, seperti menjagai warung yang memang cukup banyak ditemukan di dalam kompleks permukiman.
Kegiatan para laki-laki dan perempuan dewasa tapi belum berkeluarga dan berumah tangga sendiri pun beraneka ragam. Di antara mereka ada yang melakukan kegiatan di rumah, ada pula yang punya kegiatan di luar rumah menurut pekerjaan dan mata pencahariannya. Sekira tahun 1970-an, kegiatan prostitusi pernah marak, demikian juga perjudian togel.
Lalu apa saja ancaman keamanan yang dipikirkan orang Cicadas saat ini? Pengertian keamanan di kalangan penghuni beraneka ragam. Ada yang melihatnya sama seperti dahulu, yaitu tidak ada kejadian-kejadian kriminal, seperti pencurian, perkelahian, perampok-kan atau perkosaan. Namun ada pula yang melihatnya lebih ke masalah sehari-hari. Rasa aman sama artinya dengan terhindar dari banjir, dapat menyekolahkan anak, dan tidak menjadi pengangguran.***
Pada kurun waktu 90-an anda harus berpikir ratusan kali jika naksir salah satu Mojang Bandung asal Cicadas apalagi kalau harus ngapelin malem minggu, jika rumah Gadis Bandung Panon Hideung Pipi Tutung pujaan hati melewati 'Gang Sejuta Punten" mau tidak mau kita harus "siap kulit siap duit" untuk selamat kembali ke rumah.
Daerah Cicadas sempat dikenal sebagai daerah rawan, daerah tukang mabok, tukang tarok, dan tukang nyingsatkeun anderok. Bahkan ada istilah sendiri untuk menggambarkan daerah Cicadas, yaitu ”negara beling”.
”Dahulu di sini rawan, karena banyak tukang mabok. Sekarang hanya ada satu-dua orang, dan itu pun kalau punya uang, dahulu kerawanan termasuk perzinahan (ngawinkeun randa).
Kalau disebut bangsat di sini disebut bangsat kukut, orang yang sedang mabuk silih kadek (saling bacok) dengan sesama tukang mabuk,” ungkap seorang warga Cicadas yang menolak disebutkan namanya.
Citra Cicadas sebagai negara beling tidak lepas dari mitos kekerasan dan legenda kelompok-kelompok pemuda pada kurun waktu tahun 1970-an dan 1980-an. Pada akhir tahun 1970-an misalnya dikenal kelompok Rahwana, lalu kelompok bela diri Sakarima (Bandarkarima).
Kemudian pada tahun 1980-an dikenal kelompok Dolar Klub, dan terakhir pada tahun 1990-an dikenal kelompok Ninja Cicadas. Di luar kelompok tersebut, ada banyak tokoh lokal yang disegani seantero Bandung Timur, sebut saja Maman Sport, Nana Berlit, Maman Skogar, dan Eman Suhada. Selain keempat tokoh tersebut ada pula yang dikenal sebagai jeger dan jawara.
Istilah jeger tidak diketahui asal usulnya, dan sekarang memiliki banyak arti. Misalnya jeger diartikan sebagai ”penguasa daerah”, ”kokoh dan kuat” (panceg jeung geger), ”pemimpin”, ”keamanan daerah”. Bahkan ada yang bercanda sebagai singkatan dari ”jig ka ditu, jig ka dieu nyieun geger” (Ke mana pun pergi membuat heboh/onar).
Demikian juga istilah ”preman” yang memiliki banyak arti. Di kalangan penduduk pada umumnya, preman berarti orang-orang yang suka mabuk, malak, tidak punya kerja, sering berkelahi, cenderung menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah.
Sedangkan yang lainnya melihat preman sebagai orang-orang bebas, bebas bertindak, bertindak seenak hatinya. Apakah daerah Cicadas masih seangker dahulu? Mari kita lihat satu segmen wilayah permukiman di Cicadas, yaitu daerah yang dahulu sempat dikenal dengan nama Lemahneundeut.
Lemahneundeut adalah salah satu lingkungan permukiman padat di Cicadas yang secara administratif termasuk Kelurahan Cikutra. Permukiman ini memang padat, tetapi secara teknis tidak kumuh. Luas wilayah permukiman sekira 6.244 m2 (446 tumbak). Daerah seluas itu dihuni 170 kepala keluarga (kk) yang terdiri dari 670 jiwa.
Rumah hunian dibangun permanen, nyaris tanpa koridor pemisah dengan bangunan lain. Sarana penerangan umum tersedia resmi dari PLN. Saluran telefon rumah tersedia, demikian juga sumber air bersih dari PDAM atau sumur. Awal tahun 1990-an, sempat dibangun saluran air limbah rumah tangga, sayangnya tidak berfungsi.
Lokasi sarana kesehatan dan pendidikan umum tersedia dalam jarak yang relatif dekat, misalnya Rumah Sakit Santo Yusuf, dan sejumlah sekolah dasar negeri. Terdapat tempat pembuangan sementara (TPS) sebagai sarana kebersihan yang ditempatkan di luar wilayah permukiman.
Di luar itu, pengurus RW menyelenggarakan pelayanan kebersihan sendiri, yaitu memungut sampah dari rumah-rumah untuk dibawa ke TPS. Sejak awal tahun 1970-an, permukiman yang terletak persis di samping RS Santo Yusuf ini, telah menjadi rukun warga yang resmi diatur pemerintah. Status tersebut diberikan setelah dikeluarkannya Peraturan Daerah (Perda) kota Bandung tentang Pokok-Pokok Rukun Tetangga dan Rukun Warga pada tahun 1971.
Pengawasan resmi terhadap lingkungan RW diperkuat lagi dengan keluarnya Perda tentang mengubah untuk pertamakalinya Perda Pokok-Pokok Rukun Tetangga dan Rukun Warga yang dikeluarkan tanggal 31 Januari 1973. Perda ini mengatur hierarki pengawasan dan pembinaan. Rukun Tetangga diawasi pengurus Rukun Warga yang diawasi Kepala Lingkungan bersama-sama Camat atau pejabat yang ditunjuk.
Ketua RW dipilih langsung. Ada bendahara dan sekretaris, lalu seksi-seksi, seperti PKK, pendidikan, lingkungan, P4, keamanan, kepemudaan, dan lain-lain. Batas-batas wilayah pun ditandai. Dalam hal Lemahneundeut, pembagian wilayah RT dilakukan sederhana saja, yaitu mengukur panjang gang yang melintas di sepanjang permukiman lalu di bagi lima.
Uang kas pengurus RW berasal dari tiga jenis sumber keuangan, yaitu iuran warga, jasa keamanan, dan sumbangan dari sejumlah kegiatan ekonomi. Iuran warga sebesar Rp 2.000,00/bulan. Kas dari iuran bisa mencapai Rp 125.000,00. Uang itu digunakan untuk membayar gaji bulanan tukang sampah sebesar Rp 100.000,00. Sisanya untuk kegiatan PKK dan Kegiatan Kelompok Kerja PKK.
Selain itu, warga memberi iuran sosial sebesar Rp 1.000,00 untuk disumbangkan kepada warga yang sakit, meninggal, dan melahirkan. Sementara uang keamanan diperoleh dari pedagang kaki lima, biaya penitipan motor, dan biaya parkir mobil.
Pendapatan jasa keamanan setiap bulannya mencapai Rp 120.000,00 berasal dari PKL sebesar Rp 60.000,00, parkir mobil Rp 45.000,00, dan penitipan motor Rp 15.000,00. Uang tersebut digunakan untuk gaji tim keamanan.
Pendapatan lainnya disebut sebagai ”pendapatan daerah” bersumber dari pungutan terhadap ojek motor sebesar Rp 100.000,00 dan biaya parkir di lahan Super Basar (SB) sebesar Rp 50.000,00. Pendapatan ini digunakan untuk membiayai kegiatan pengurus dan sumbangan kepada warga.
Seksi-seksi di dalam organisasi kepengurusan diberi kebebasan mencari dana sendiri. Pada tahun 2005 misalnya, seksi lingkungan mencari dana melalui pengajuan proposal kegiatan ke Dinas Pertamanan, Dinas Pekerjaan Umum, dan BPLH untuk membersihkan sungai dari sampah.
Demikian juga seksi kepemudaan, melalui organisasi Karang Taruna memprakarsai pengumpulan dana sumbangan dari pengguna jalan untuk kegiatan perayaan hari kemerdekaan. Pengumpulan dana dilakukan melalui mekanisme pengajuan proposal kegiatan. Terdapat pula organisasi lainnya. Sebagai contoh dewan kepengurusan masjid (DKM) dan pengelola taman bermain anak.
Organisasi ini bersifat otonom, mengelola kegiatan dan mencari dana sendiri. Sebagai contoh, pertengahan tahun 1980-an panitia pembangunan masjid dan DKM membentuk panitia pengumpulan dana untuk membiayai pemeliharaan dan renovasi masjid. Sedangkan pengelola kelompok bermain memprakarsai kerja sama dengan berbagai pihak untuk menyediakan fasilitas bermain anak dan menyelenggarakan pendidikan.
Kegiatan sehari-hari penghuni beraneka ragam menurut pekerjaan dan mata pencahariannya. Orang-orang dewasa laki-laki yang telah berkeluarga berada di luar rumah misalnya melakukan kegiatan sebagai pedagang, buruh pabrik, buruh toko, tukang parkir, tukang becak, tukang ojek, menjadi guru di sekolah-sekolah negeri, kegiatan sukarela di organisasi lembaga swadaya masyarakat, menjadi tenaga satuan pengaman (satpam) toko dan gedung.
Perempuan dewasa rupanya sama, hanya sebagian yang tinggal di rumah, mengasuh anak, membersihkan rumah, memasak, dan beberapa di antaranya melakukan kegiatan ekonomi di rumah, seperti menjagai warung yang memang cukup banyak ditemukan di dalam kompleks permukiman.
Kegiatan para laki-laki dan perempuan dewasa tapi belum berkeluarga dan berumah tangga sendiri pun beraneka ragam. Di antara mereka ada yang melakukan kegiatan di rumah, ada pula yang punya kegiatan di luar rumah menurut pekerjaan dan mata pencahariannya. Sekira tahun 1970-an, kegiatan prostitusi pernah marak, demikian juga perjudian togel.
Lalu apa saja ancaman keamanan yang dipikirkan orang Cicadas saat ini? Pengertian keamanan di kalangan penghuni beraneka ragam. Ada yang melihatnya sama seperti dahulu, yaitu tidak ada kejadian-kejadian kriminal, seperti pencurian, perkelahian, perampok-kan atau perkosaan. Namun ada pula yang melihatnya lebih ke masalah sehari-hari. Rasa aman sama artinya dengan terhindar dari banjir, dapat menyekolahkan anak, dan tidak menjadi pengangguran.***
2 Komentar:
WADUH,....meni panjang begini,.....jadi emut ka Monang urang Sukamulya,.....Mereka para langganan beli minuman di toko Banteng,...hikhisk
he..he.. jadi emut nuju SMA mang. keur di palak ku reman Toko timur, terus lumpat ka asber nyumput di rerencangan.. ayeuna mah kadinya deui tos aman.., ceuk tukang baso langganan anu masih keneh mangkal tos teu aya deui ninja mah mang..
Post a Comment
Silahkan Komentar Nye-Pam terpaksa saya Hapus.