Senja di Langit Majapahit ... Anggalarang masih ingat dengan jelas, seakan-akan baru terjadi kemarin, atau kemarin dulu, tatkala wajah kakaknya, Dyah Pitaloka, memancarkan cahaya gemilang untuk menjemput kebahagiaan di tanah Jawa. Putri kesayangan kerajaan Sunda itu siap bersanding dengan seorang Raja besar, raja terbesar dari Majapahit Wilwatikta. Negeri terbesar di Dwipantara. Ah, putri tercantik bersanding dengan raja muda paling berwibawa, bukankah tak ada kebahagiaan yang bisa melebihinya ?
Waktu enam tahun, hampir tujuh tahun, bukannya melunturkan kenangan yang menyayat hatinya tentang tragedi yang menimpa ayah, kakak, dan segenap ksatria Sunda. Dari hari ke hari dadanya penuh oleh bara yang tak pernah padam. hanya satu nama yang terus berputar-putar dan bergolak di dadanya : Gajah Mada
Anggalarang juga ingat, setelah melepaskan dengan berat pelukan ibunya, Dyah Pitaloka lalu mengusapkan tangannya ke kepala Anggalarang. Masih terasa kecupan lembut sang kakak di keningnya. Bahkan masih tercium wangi melati tubuh kakaknya di kedua lubang hidungnya. Waktu itu, keningnya basah bukan oleh kecupan, tapi juga oleh tetesan air mata sang kakak.
Usianya baru sembilan tahun waktu itu, dan ia menatap sang kakak dengan wajah yang tegar. Begitu tegar untuk ukuran tubuhnya yang belum sepundak Dyah Pitaloka.
Rakean Mantri Usus pemimpin pasukan Belamati Prabu Maharaja, Patih Wirayuda, Rakean Tumenggung Larang Agung, Rakean mantri Sohan, Yumamantri Gempong Lotong, Sang Panji Melong Sakti, Ki Panghulu Sura, Rakean Mantri Saya, Rakean Juru Siring, Ki Juruwastra, Ki Mantri Sebrang Keling, Ki Mantri Supit Kelingking dan sejumlah prajurit yang secara keseluruhan sekitar sembilan puluh orang.
Itulah terakhir kali ia menatap rombongan agung Kerajaan Sunda. Mereka tak pernah kembali, mereka semua gugur di negeri yang jauh, gugur mempertahankan harga diri dan kehormatan negeri di lapangan Palagan Bubat.
Niskala : Gajah Mada Musuhku (Perjuangan Kerajaan Sunda Melawan Ambisi Penaklukan Majapahit) : Hermawan Aksan
Memang tragis ketika utusan Kerajaan Sunda yang berjumlah 93 orang dibantai habis pasukan Majapahit di Tegal Bubat yang juga mengakibatkan 1.274 prajurit Majapahit tewas. Cukup membuat kita terhenyak melihat jauhnya proporsi, terlebih terhadap tingginya semangat bela pati, harga diri dibayar dengan nyawa.Namun mengapa Ibu dan Pamannya terkesan tidak mau menceritakan apa yang terjadi pada ayah dan kakaknya disana ? adakah sesuatu yang harus dikubur dalam-dalam ? Adakah nista yang membuat kisah menyedihkan itu tidak layak dipahami ?
Kisah tragis tersebut intinya adalah Hayam Wuruk meminang Dyah Pitaloka dan prosesnya bersinggungan dengan ambisi dan Sumpah Amukti Palapa sang Mahapatih Gajah Mada hingga Maharaja Linggabuana melanggar tatakrama adat proses pernikahan dan Gajah Mada memaksakan sumpahnya bahwa Dyah Pitaloka adalah upeti yang harus diserahkan kepada rajanya.
Waktu enam tahun, hampir tujuh tahun, bukannya melunturkan kenangan yang menyayat hatinya tentang tragedi yang menimpa ayah, kakak, dan segenap ksatria Sunda. Dari hari ke hari dadanya penuh oleh bara yang tak pernah padam. hanya satu nama yang terus berputar-putar dan bergolak di dadanya : Gajah Mada
Anggalarang juga ingat, setelah melepaskan dengan berat pelukan ibunya, Dyah Pitaloka lalu mengusapkan tangannya ke kepala Anggalarang. Masih terasa kecupan lembut sang kakak di keningnya. Bahkan masih tercium wangi melati tubuh kakaknya di kedua lubang hidungnya. Waktu itu, keningnya basah bukan oleh kecupan, tapi juga oleh tetesan air mata sang kakak.
Usianya baru sembilan tahun waktu itu, dan ia menatap sang kakak dengan wajah yang tegar. Begitu tegar untuk ukuran tubuhnya yang belum sepundak Dyah Pitaloka.
Rakean Mantri Usus pemimpin pasukan Belamati Prabu Maharaja, Patih Wirayuda, Rakean Tumenggung Larang Agung, Rakean mantri Sohan, Yumamantri Gempong Lotong, Sang Panji Melong Sakti, Ki Panghulu Sura, Rakean Mantri Saya, Rakean Juru Siring, Ki Juruwastra, Ki Mantri Sebrang Keling, Ki Mantri Supit Kelingking dan sejumlah prajurit yang secara keseluruhan sekitar sembilan puluh orang.
Itulah terakhir kali ia menatap rombongan agung Kerajaan Sunda. Mereka tak pernah kembali, mereka semua gugur di negeri yang jauh, gugur mempertahankan harga diri dan kehormatan negeri di lapangan Palagan Bubat.
Niskala : Gajah Mada Musuhku (Perjuangan Kerajaan Sunda Melawan Ambisi Penaklukan Majapahit) : Hermawan Aksan
11 Komentar:
ternyata sen nih gk jago di SEO ma review jago dengan sejarahnya...fat aja yang suka sejarah, baru tw tentang ini
harus belajar lagi nih untuk semua ini...JAS MERAH itu kata2 soekarno terhadap bangsa ini
Sejarah ya...
Kang mohon tukar link ya (berharap besar mode ON)
"Link Exchange Otomatis Romantis dan Gratis"
pengen ikutan paid review kang. ingin didongkrak PR-nya sama blog ini.
sampean sudah kupasang dengan nama Kopitozie (bener ga?) di tab friend kang. Thanks ya..
ah aku mah no comen aja :D..
Baca2 sejarah jadi inget jaman sekolah dulu..
terima kasih atas "Link Exchange Otomatis Romantis dan Gratis"
wow diatas lagi (urut abjad ya..)
Wkwkwkwk.... sejarah ya...? asik kalau baca sejarah, serasa kembali ke masa dulu...
Sebuah masa imperalisme...takluk maupun ditaklukan y pada era kerajaan dahulu...Kalo g salah Majapahit kerajaan yang memiliki wilayah kekuasaan terbesar ya...tapi mngingat kerajaan sunda tak gentar mnghdpinya :D.
Oh ya kang mau g tukaran link sama blog saya yg sdrhana ini ;)),kalo mau respon blik ya :D
saya kira tadi adalah postingan yang serem karena judulnya serem.. ternyata isinya sangat mendidik bagi kita untuk mengetahui sejarah.
wah mksh kang ;)) namanya "Blog Sharing" oh y kang udah kutaruh namanya "Kopitozie" :D
hebat ...tuh....Gajah Mada.....mengedepankan Kebesaran Negara...daripada kesenangan Raja Muda
Post a Comment
Silahkan Komentar Nye-Pam terpaksa saya Hapus.