"Kita apresiasi kerja Polri yang lagi-lagi mampu menangkap para tersangka pelaku terorisme. Pertanyaannya, sampai kapan proyek pembantaian aksi tembak mati tersangka atau diduga pelaku teror alias terorisme akan terus menjadi satu-satunya primadona kinerja Polri, jika kita sama-sama tahu bahwa dalam dunia terorisme itu berlaku adagium mati satu tumbuh seribu,"
Masalahnya adalah jujurkah polisi ? Valid dan tepatkah informasinya ? Benarkah yang ditembak mati adalah orang yang bersalah ? Adilkah menembak seseorang tanpa melewati proses pengadilan ?
Masih ingat berita Kapolri Salahkan Informasi Anak Buahnya ? ataupun Kasus Bibit Chandra di mana polisi dan jaksa merasa yakin buktinya kuat, namun tim 9 yang terdiri dari pakar hukum dan juga Mahkamah Konstitusi menemukan fakta bahwa penahanan Bibit Chandra direkayasa.
Saksi kunci Ari Muladi pun mengaku disuruh supaya bersaksi bahwa dia telah bertemu dan menyuap Bibit dan Chandra yang ternyata tidak benar.Begitu pula kasus Antasari hingga hakim pun memutuskan bersalah padahal saksi kunci seperti mantan Kapolres Jaksel, Wiliardi Wizar mengaku bahwa dia disuruh membuat BAP agar Antasari dijebloskan ke penjara dengan menyatakan Antasari yang memerintahkan pembunuhan. Ternyata tidak benar.
Harusnya polisi membawa tersangka ke pengadilan agar bisa diadili dengan adil.Jangan sampai orang yang tidak berdosa mati tanpa peradilan yang sah.
Foto teroris dengan pistol di tangan, tapi tidak digenggam dan jari dipelatuk agak aneh. Harusnya jika tidak tergenggam kuat dengan jari di pelatuk, maka pistol itu jatuh ke bawah. Betulkan posisi pistol memang begitu atau cuma diselipkan
Bawa ke pengadilan. Jika terbukti bersalah, terserah apakah teroris itu dihukum mati atau dimutilasi.
Prestasi polisi menangkap teroris memang bagus. Namun harusnya tidak main tembak mati. Tapi dibawa ke pengadilan agar bukan orang yang tidak bersalah yang tertembak mati. Kan kemarin polisi Depok salah menangkap Dosen UI sebagai pelaku hingga babak belur. Untung tidak ditembak mati langsung.
Kasus salah tangkap oleh polisi sudah sering terjadi. Tempo menulis bahwa dari Februari 2009 hingga 7 Desember 2009 saja sudah 4 x polisi salah tangkap. Jose Rizal di Depok dipukuli sampai babak belur oleh polisi padahal dia tidak bersalah. Seorang bapak juga dipukuli sampai babak belur oleh polisi karena dituduh merampok padahal ternyata tidak.
Bahkan Hambali alias Kemat (26) dan Devid Eko Priyanto (17), warga Desa Kalangsemanding. Keduanya divonis 17 dan 12 tahun penjara dengan tuduhan membunuh Asrori padahal sang jagal Ryan mengaku sebagai pembunuh Asrori.
Sekali lagi teroris yang kejam memang harus dihukum mati. Di sisi lain kasus polisi salah tangkap juga sering terjadi. Jadi sebaiknya polisi jangan main tembak mati terhadap orang yang diduga teroris. Sebaliknya bawa ke pengadilan biar hakim yang memutuskan apakah dia bersalah atau tidak.
Keberhasilan polisi menangkap teroris patut dipuji. Namun alangkah baiknya jika polisi tidak main tembak mati. Lebih baik lagi jika polisi juga menangkap copet yang sering beraksi di pasar, stasiun, dan angkutan umum, penodong, perampok, dan sebagainya. Karena mereka itu justru setiap hari menyusahkan masyarakat.
Prinsip Hukum yang Universal adalah: “Asas Praduga Tak Bersalah” atau “presumption of innocence”. Semua orang dianggap tidak bersalah. Jadi Densus 88 tidak bisa main tembak mati orang begitu saja.
Nanti pengadilanlah yang membuktikan apakah orang itu bersalah atau tidak bersalah. Pengadilanlah yang memutuskan apakah seseorang dihukum mati atau dibebaskan.
Polisi sudah sering salah tangkap, termasuk Densus 88. Ada yang sampai babak belur dipukuli polisi ternyata tidak bersalah, ada pula yang sampai divonis 17 tahun sebagai pembunuh Asrori ternyata si jagal Ryan mengakui bahwa Ryanlah pembunuhnya.
Kalau Polisi salah tangkap mungkin masih bisa minta maaf: “Maaf kami salah tangkap”.
Tapi kalau polisi salah tembak mati orang apakah polisi akan berkata: “Maaf kami salah menembak mati keluarga anda ?” Kalau AS bisa menangkap teroris hidup2, masak petinggi Polri yang begitu hormat pada AS tidak bisa meniru hal itu?
source : http://infoindonesia.wordpress.com/
Masalahnya adalah jujurkah polisi ? Valid dan tepatkah informasinya ? Benarkah yang ditembak mati adalah orang yang bersalah ? Adilkah menembak seseorang tanpa melewati proses pengadilan ?
Masih ingat berita Kapolri Salahkan Informasi Anak Buahnya ? ataupun Kasus Bibit Chandra di mana polisi dan jaksa merasa yakin buktinya kuat, namun tim 9 yang terdiri dari pakar hukum dan juga Mahkamah Konstitusi menemukan fakta bahwa penahanan Bibit Chandra direkayasa.
Saksi kunci Ari Muladi pun mengaku disuruh supaya bersaksi bahwa dia telah bertemu dan menyuap Bibit dan Chandra yang ternyata tidak benar.Begitu pula kasus Antasari hingga hakim pun memutuskan bersalah padahal saksi kunci seperti mantan Kapolres Jaksel, Wiliardi Wizar mengaku bahwa dia disuruh membuat BAP agar Antasari dijebloskan ke penjara dengan menyatakan Antasari yang memerintahkan pembunuhan. Ternyata tidak benar.
Harusnya polisi membawa tersangka ke pengadilan agar bisa diadili dengan adil.Jangan sampai orang yang tidak berdosa mati tanpa peradilan yang sah.
Foto teroris dengan pistol di tangan, tapi tidak digenggam dan jari dipelatuk agak aneh. Harusnya jika tidak tergenggam kuat dengan jari di pelatuk, maka pistol itu jatuh ke bawah. Betulkan posisi pistol memang begitu atau cuma diselipkan
Bawa ke pengadilan. Jika terbukti bersalah, terserah apakah teroris itu dihukum mati atau dimutilasi.
Prestasi polisi menangkap teroris memang bagus. Namun harusnya tidak main tembak mati. Tapi dibawa ke pengadilan agar bukan orang yang tidak bersalah yang tertembak mati. Kan kemarin polisi Depok salah menangkap Dosen UI sebagai pelaku hingga babak belur. Untung tidak ditembak mati langsung.
Kasus salah tangkap oleh polisi sudah sering terjadi. Tempo menulis bahwa dari Februari 2009 hingga 7 Desember 2009 saja sudah 4 x polisi salah tangkap. Jose Rizal di Depok dipukuli sampai babak belur oleh polisi padahal dia tidak bersalah. Seorang bapak juga dipukuli sampai babak belur oleh polisi karena dituduh merampok padahal ternyata tidak.
Bahkan Hambali alias Kemat (26) dan Devid Eko Priyanto (17), warga Desa Kalangsemanding. Keduanya divonis 17 dan 12 tahun penjara dengan tuduhan membunuh Asrori padahal sang jagal Ryan mengaku sebagai pembunuh Asrori.
Sekali lagi teroris yang kejam memang harus dihukum mati. Di sisi lain kasus polisi salah tangkap juga sering terjadi. Jadi sebaiknya polisi jangan main tembak mati terhadap orang yang diduga teroris. Sebaliknya bawa ke pengadilan biar hakim yang memutuskan apakah dia bersalah atau tidak.
Keberhasilan polisi menangkap teroris patut dipuji. Namun alangkah baiknya jika polisi tidak main tembak mati. Lebih baik lagi jika polisi juga menangkap copet yang sering beraksi di pasar, stasiun, dan angkutan umum, penodong, perampok, dan sebagainya. Karena mereka itu justru setiap hari menyusahkan masyarakat.
Prinsip Hukum yang Universal adalah: “Asas Praduga Tak Bersalah” atau “presumption of innocence”. Semua orang dianggap tidak bersalah. Jadi Densus 88 tidak bisa main tembak mati orang begitu saja.
Nanti pengadilanlah yang membuktikan apakah orang itu bersalah atau tidak bersalah. Pengadilanlah yang memutuskan apakah seseorang dihukum mati atau dibebaskan.
Polisi sudah sering salah tangkap, termasuk Densus 88. Ada yang sampai babak belur dipukuli polisi ternyata tidak bersalah, ada pula yang sampai divonis 17 tahun sebagai pembunuh Asrori ternyata si jagal Ryan mengakui bahwa Ryanlah pembunuhnya.
Kalau Polisi salah tangkap mungkin masih bisa minta maaf: “Maaf kami salah tangkap”.
Tapi kalau polisi salah tembak mati orang apakah polisi akan berkata: “Maaf kami salah menembak mati keluarga anda ?” Kalau AS bisa menangkap teroris hidup2, masak petinggi Polri yang begitu hormat pada AS tidak bisa meniru hal itu?
source : http://infoindonesia.wordpress.com/
5 Komentar:
wah iya tuch polri, klo gitu terus apa karena mereka ingin cepat tangkapd dan cepat dapat predikat baik dan berhasil?
padahal belum tentu mereka "teroris"
bener nih, betulkah semua hal yg terjadi?. jgn sampai jd ajang cari nama baik aja
emang nih, pak polis butuh keahlian untuk melumpuhkan saja, supaya tersangka teroris bisa di bawah ke pengadilan
lumayan bro, satu teroris mati hadiahnya 3 buah motor.
salah tembah kah itu? atau salah info
Post a Comment
Silahkan Komentar Nye-Pam terpaksa saya Hapus.