Anggodo memang benar-benar super dan layak menyandang gelar Super Anggodo, atau memang institusi polri dan kejaksaan yang sudah banyak diragukan keobjektifannya dalam berbagai kasus ingin kembali blunder dengan sontekan goal 'bunuh diri' mengoper ke PN Jaksel yang memenangkan Praperadilan Anggodo.
Ancaman hukuman kembali membayangi Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin memenangkan Anggodo Widjojo. Hakim Nugroho Setyadi memerintahkan kejaksaan melimpahkan perkara Bibit-Chandra ke pengadilan.
Putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan praperadilan Anggodo Widjojo untuk mencabut penghentian kasus pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dinilai mengecewakan. Putusan ini mengesampingkan faktor keadilan publik. Hakim kesampingkan Fakta Transkrip Rekaman yang diperdengarkan beberapa waktu lalu.
Rasa keadilan masyarakat Indonesia kembali terusik. Penyebabnya apalagi kalau bukan tentang keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) yang memenangkan gugatan praperadilan Anggodo Widjojo.
Pada sidang kemarin, majelis hakim memutuskan memenangkan gugatan Anggodo terkait penghentian kasus Bibit-Chandra yang ditandai penerbitan Surat Keputusan Perintah Penuntutan (SKPP) dari Kejaksaan Agung. Keputusan itu pun langsung direaksi masyarakat sebab PN Jaksel dituding telah mengabaikan kehendak publik.
Masyarakat Indonesia seolah kehilangan ”gairah” mengikuti proses hukum bertema korupsi sebagaimana kasus di PN Jaksel. Bagaimana tidak, kasus Anggodo masih terekam sangat jelas dalam memori masyarakat. Tahun lalu Anggodo bagaikan selebriti di jagad nasional. Pria itu menjadi tokoh kunci setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membuka rekaman pembicaraannya dengan sejumlah orang.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Aggodo terkait dikeluarkannya SKPP Bibit-Chandra oleh Kejagung. Alhasil, perkara pimpinan KPK tersebut harus dilanjutkan ke pengadilan.
Sang hakim pun dinilai melecehkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Hakim Nugroho telah melecehkan SBY, karena SKPP itu temuan dari Tim 8, sedangkan tim 8 dibentuk langsung oleh SBY," ujar Aktivis Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak) Fadjroel Rachman saat berbincang dengan detikcom, Selasa (20/4/2010).
Selain dianggap melecehkan Presiden SBY, putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Nugroho Setiaji juga dinilai melecehkan lembaga lain.
"Melecehkan MK, Tim 8, publik dan melecehkan rasa keadilan masyarakat. Padahal sudah sangat jelas dalam persidangan di MK kalau ada rekayasa dalam kasus tersebut," tutur pria yang pernah mencalonkan diri menjadi capres independen ini. Bedakan membangun wacana publik dengan 'wacana publik terbangun' karena ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.
Sang hakim pun dinilai melecehkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Hakim Nugroho telah melecehkan SBY, karena SKPP itu temuan dari Tim 8, sedangkan tim 8 dibentuk langsung oleh SBY," ujar Aktivis Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak) Fadjroel Rachman saat berbincang dengan detikcom, Selasa (20/4/2010).
Selain dianggap melecehkan Presiden SBY, putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Nugroho Setiaji juga dinilai melecehkan lembaga lain.
"Melecehkan MK, Tim 8, publik dan melecehkan rasa keadilan masyarakat. Padahal sudah sangat jelas dalam persidangan di MK kalau ada rekayasa dalam kasus tersebut," tutur pria yang pernah mencalonkan diri menjadi capres independen ini. Bedakan membangun wacana publik dengan 'wacana publik terbangun' karena ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.
Ancaman hukuman kembali membayangi Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin memenangkan Anggodo Widjojo. Hakim Nugroho Setyadi memerintahkan kejaksaan melimpahkan perkara Bibit-Chandra ke pengadilan.
Putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan praperadilan Anggodo Widjojo untuk mencabut penghentian kasus pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dinilai mengecewakan. Putusan ini mengesampingkan faktor keadilan publik. Hakim kesampingkan Fakta Transkrip Rekaman yang diperdengarkan beberapa waktu lalu.
Rasa keadilan masyarakat Indonesia kembali terusik. Penyebabnya apalagi kalau bukan tentang keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) yang memenangkan gugatan praperadilan Anggodo Widjojo.
Pada sidang kemarin, majelis hakim memutuskan memenangkan gugatan Anggodo terkait penghentian kasus Bibit-Chandra yang ditandai penerbitan Surat Keputusan Perintah Penuntutan (SKPP) dari Kejaksaan Agung. Keputusan itu pun langsung direaksi masyarakat sebab PN Jaksel dituding telah mengabaikan kehendak publik.
Masyarakat Indonesia seolah kehilangan ”gairah” mengikuti proses hukum bertema korupsi sebagaimana kasus di PN Jaksel. Bagaimana tidak, kasus Anggodo masih terekam sangat jelas dalam memori masyarakat. Tahun lalu Anggodo bagaikan selebriti di jagad nasional. Pria itu menjadi tokoh kunci setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membuka rekaman pembicaraannya dengan sejumlah orang.
Sampai kapan kita menyaksikan wajah ketidak adilan sosial ini terjadi di negara kita? Perlu kita renungkan bersama, bahwa Allah SWT telah "menyapa" dengan beberapa 'teguran' akhir-akhir ini.
Kalau melihat apa yang pernah diucapkan mantan anggota parlemen Jepang yang mengenang saat hancurnya Nagasaki dan Hiroshima oleh Bom atom A.S, beliau berkata "bangunan sebesar telapak tangan pun kami tidak punya, betapa hancurnya negara kami waktu itu" . Lihatlah, pada titik terendah itu.
Jepang bangkit dan kini menempati posisi ke-2 negara termaju setelah Amerika. Apakah ini bisa menjadi "hipotesis" (cerminan)kita, bahwa pada titik terendah setelah Tsunami, Aceh atau bangsa kita bisa bangkit dan menjadi bangsa yang keluar dari krisis serta melaju sebagai bangsa yang disegani?
Sekali lagi, evaluasi diri merupakan hal yang utama bagi kita atas apa saja yang kita saksikan dan dengarkan tentang "kemalangan" bangsa ini. Sikap optimistis memang harus selalu dipupuk, tetapi pesimisme akan terus mengintai sepanjang "babak ketidakpastian" ini berlangsung tiada ujung.
Beberapa tahun yang lalu pernah mewartakan penelitian media massa dunia, bahwa bangsa Indonesia berada pada posisi pertama dalam soal bangun pagi, sedangkan Jepang, A.S dan negara maju lainnya paling siang.
Nah, Pertanyaannya adalah kalau memang bangsa Indonesia bisa bangun lebih pagi, lalu apa saja yang dilakukan selama baru bangun itu, kemajuan jarang ditemukan, yang ada hanya kemajuan jam kedatangan kantor (baca : terlambat) dan sikap-sikap pejabat maupun intelektual yang indisipliner , sehingga massa grass root ikut apa yang mereka lakukan.
Itulah perilaku dan keadaan bangsa kita yang sudah cukup sepuh ini. Ibarat manusia, yang sudah berusai 65 tahun pastinya banyak pengalaman, namun Indonesia tidak demikian, karena diusia 65 Tahun ini sedang cari pengalaman. Menyedihkan.
Kalau melihat apa yang pernah diucapkan mantan anggota parlemen Jepang yang mengenang saat hancurnya Nagasaki dan Hiroshima oleh Bom atom A.S, beliau berkata "bangunan sebesar telapak tangan pun kami tidak punya, betapa hancurnya negara kami waktu itu" . Lihatlah, pada titik terendah itu.
Jepang bangkit dan kini menempati posisi ke-2 negara termaju setelah Amerika. Apakah ini bisa menjadi "hipotesis" (cerminan)kita, bahwa pada titik terendah setelah Tsunami, Aceh atau bangsa kita bisa bangkit dan menjadi bangsa yang keluar dari krisis serta melaju sebagai bangsa yang disegani?
Sekali lagi, evaluasi diri merupakan hal yang utama bagi kita atas apa saja yang kita saksikan dan dengarkan tentang "kemalangan" bangsa ini. Sikap optimistis memang harus selalu dipupuk, tetapi pesimisme akan terus mengintai sepanjang "babak ketidakpastian" ini berlangsung tiada ujung.
Beberapa tahun yang lalu pernah mewartakan penelitian media massa dunia, bahwa bangsa Indonesia berada pada posisi pertama dalam soal bangun pagi, sedangkan Jepang, A.S dan negara maju lainnya paling siang.
Nah, Pertanyaannya adalah kalau memang bangsa Indonesia bisa bangun lebih pagi, lalu apa saja yang dilakukan selama baru bangun itu, kemajuan jarang ditemukan, yang ada hanya kemajuan jam kedatangan kantor (baca : terlambat) dan sikap-sikap pejabat maupun intelektual yang indisipliner , sehingga massa grass root ikut apa yang mereka lakukan.
Itulah perilaku dan keadaan bangsa kita yang sudah cukup sepuh ini. Ibarat manusia, yang sudah berusai 65 tahun pastinya banyak pengalaman, namun Indonesia tidak demikian, karena diusia 65 Tahun ini sedang cari pengalaman. Menyedihkan.
2 Komentar:
haha... aye ga nye-Pam kan bang????
hehe..piss
perlu diteliti lagi nih....jangan2 ada markus yang bermain
semoga markus2 yang ada segera dibersihkan
Post a Comment
Silahkan Komentar Nye-Pam terpaksa saya Hapus.