Ngumpet di Garut, Baridin Jadi Penjual Air Lahang, DPO Densus 88, Baridin alias Bahrudin Latif, mertua teroris Noordin M Top hari ini dikabarkan tertangkap di sebuah desa di pinggiran Kota Garut.
Baridin alias Baharudin tertangkap di Garut Menurut informasi yang dihimpun, Kamis (24/12/2009), Baridin tertangkap sekira pukul 02.00 WIB di Kampung Banyu Asin RT 03/10, Desa Pamalayan, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut.
Di kampung itu Baridin memakai nama Didin Burhanuddin alias Usmani, baru saja tinggal selama tiga bulan. Untuk menghindari kejaran dari pihak kepolisian, Baridin menyamar sebagai penjual air lahang atau air aren.
Selama menyamar Baridin dikabarkan sangat berbaur dengan masyarakat sekitar. Bahkan dari cara berpakaiannya, Baridin selayaknya orang biasa, dan tidak menunjukkan sebagai ustad atau pernah memiliki pesantren.
Sebagaimana diketahui Baridin merupakan pemilik Pondok Pesantren Al-Muaddib, Desa Pesuruhan, Kecamatan Binangun, Cilacap, Jawa Tengah.
Baridin alias Baharudin tertangkap di Garut Menurut informasi yang dihimpun, Kamis (24/12/2009), Baridin tertangkap sekira pukul 02.00 WIB di Kampung Banyu Asin RT 03/10, Desa Pamalayan, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut.
Di kampung itu Baridin memakai nama Didin Burhanuddin alias Usmani, baru saja tinggal selama tiga bulan. Untuk menghindari kejaran dari pihak kepolisian, Baridin menyamar sebagai penjual air lahang atau air aren.
Selama menyamar Baridin dikabarkan sangat berbaur dengan masyarakat sekitar. Bahkan dari cara berpakaiannya, Baridin selayaknya orang biasa, dan tidak menunjukkan sebagai ustad atau pernah memiliki pesantren.
Sebagaimana diketahui Baridin merupakan pemilik Pondok Pesantren Al-Muaddib, Desa Pesuruhan, Kecamatan Binangun, Cilacap, Jawa Tengah.
Baridin, Mertua Noordin M. Top yang Diburu Densus 88Sejak polisi menemukan bom di belakang rumahnya pertengahan Juni lalu, Baridin hilang bagai ditelan bumi. Densus 88 pun dibuat pusing mencari pria yang juga disebut-sebut sebagai mertua Noordin M. Top itu. Siapa sebenarnya Baridin?
SUDAH lebih dari sebulan orang memperbincangkan nama Ustad Baridin atau yang juga dikenal dengan Bahrudin Latif. Nama Baridin diberi oleh orang tuanya, Sankenapi, pemuka agama di Desa Pasuruhan, Kecamatan Binangun, Cilacap. Nama Bahrudin Latif dipakai setelah dia dikenal sebagai tokoh agama.
Pada 1950-an, ayah Baridin menjadi ''tukang uang'' (sekarang Kaur keuangan) di desa tersebut. Selain aparat pemerintah desa, Sankenapi juga dikenal sebagai tokoh agama yang gigih berdakwah.
Dari Desa Pasuruhan itu juga dakwah Islam di pesisir selatan Cilacap bagian timur disebarluaskan. Padahal, daerah tersebut sebelumnya dikenal sebagai kawasan merah.
Baridin merupakan anak ketujuh di antara delapan bersaudara, anak pasangan Sankenapi dan Tampen. Sejak kecil, pria kelahiran 20 Februari 1955 itu menunjukkan sifat keras.
Ayahnya yang merupakan tokoh terpandang di desa tersebut membuat Baridin dan saudara-saudaranya mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi daripada kebanyakan warga lain. Hampir semua saudara laki-lakinya mampu mengenyam perguruan tinggi di Jogjakarta.
Kakak-kakaknya seperti Sawu, Lareng, Jumiah, Sakem, Adi, Muin, dan adiknya Hasyim hampir semua menjadi orang berhasil. Ada yang menjadi dosen, guru, dan ada yang menjadi petani sukses.
Hanya Baridin yang lebih memilih berdakwah setelah beberapa tahun mengenyam pendidikan di Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Dia juga paling berbeda dari saudara-saudara lainnya. Meski sama-sama menjadi pemeluk Islam yang taat dan kuat, Baridin cenderung keras serta radikal.
''Baridin merupakan tokoh yang cukup disegani di sini. Selain berasal dari keluarga terpandang, dia sejak kecil dididik agama dengan baik oleh orang tuanya,'' ungkap H Salimi, tokoh masyarakat setempat.
Banyak cerita yang menunjukkan kekerasan sikap Baridin dalam mempertahankan keyakinan serta pandangan-pandangannya saat muda. Bukan hanya soal ketidaksukaannya terhadap praktik pemerintahan yang dinilai menyimpang dari ideologi yang dia yakini, namun juga tradisi masyarakat yang dinilai penuh bidah.
Suatu ketika ada sebuah musala yang menggunakan pengeras suara untuk puji-pujian sebagaimana kebiasaan pemeluk Islam di pelosok desa. Tanpa kompromi, Baridin melarang dengan mendatangi langsung orang yang melakukannya.
''Baridin memang keras kepala dalam mempertahankan pendapatnya. Dia tidak mau kompromi terhadap hal yang dinilai salah,'' ujar Rois, teman kecil Baridin.
Kekerasan sikap Baridin terhadap hal-hal yang dinilai menyimpang terus berlanjut. Sikap itu pula yang memunculkan pro-kontra yang memecah umat Islam di Desa Pasuruhan. Warga yang tidak sepaham dengan Baridin membuat kegiatan sendiri, sedangkan mereka yang sepaham terus mendukung langkah Baridin yang disebut penegak Quran dan hadis.
Baridin menikah dengan Rahayu Anggraeni atau yang dipanggil Dwi Astuti, seorang bidan desa asal Ngawi dan dikaruniai tujuh anak. Yakni, Irfan Ma'arif, Arina Rahmah, Ata Sabik Alim, Kholid Mukhtar, Fatina Salma, Faris Ubaidillah Amni, dan Ismail Majid. Di antara ketujuh anaknya tersebut, baru Arina Rahma yang sudah menikah.
Arina itulah yang dikabarkan dinikahkan Baridin dengan Noordin M. Top. Meski belum pasti, berbagai petunjuk mengindikasikan bahwa menantu misterius Baridin adalah gembong teroris yang sedang dicari Densus 88 itu. ''Untuk yang itu, saya tidak tahu. Saya sendiri kaget. Tidak mengira Baridin sejauh itu,'' tutur Rois.
Dalam catatan di Desa Pasuruhan, Baridin juga termasuk orang yang aktif ikut berbagai kegiatan. Selain dikenal sebagai tokoh agama, dia pernah mengikuti seleksi calon sekretaris desa. Namun, rencananya untuk mengabdi kandas lantaran kalah bersaing dengan calon lain.
''Dia memang pernah seperti saya, berniat mengabdi dengan menjadi perangkat desa, tapi belum mujur,'' ujar Kepala Desa Pasuruhan Watim Suseno.
Sejak gagal menjadi perangkat desa itulah Baridin makin getol memperjuangkan keyakinannya untuk menegakkan jihad.
Sejumlah tetangga juga menceritakan sepak terjang Baridin. Saat perang Afghanistan berkecamuk akhir 1980-an, Baridin menjadi salah seorang sukarelawan yang ikut berjuang di kamp-kamp pejuang Afghanistan. Dia tidak sendiri berangkat ke Afghanistan, tapi bersama tokoh-tokoh garis keras lainnya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Dari situlah kebencian Baridin terhadap Amerika terpatri sangat kuat. Saat pulang ke Indonesia, dia banyak mengenal rekan seperjuangannya di Afghanistan. Dari situlah Baridin memiliki hubungan khusus dengan tokoh-tokoh garis keras di Indonesia.
''Dulu di sini banyak yang bercerita bahwa dia (Baridin, Red) baru pulang berjihad melawan Amerika di Afghanistan. Namun, karena saat itu banyak simpati untuk Afghanistan, hal itu kami anggap sesuatu yang wajar,'' ungkap seorang tetangga yang mengaku tak pernah menyangka bahwa di belakang rumah Baridin disembunyikan bahan-bahan bom.
Bukan hanya konflik Afghanistan yang membuat Baridin menjadi tokoh garis keras. Saat konflik Poso dan Ambon, dia juga menjadi bagian dari pengiriman laskar jihad dengan sejumlah relawan dari Cilacap dan Banyumas.
Konflik Poso dan Ambon membuat Baridin makin matang dalam mengaplikasikan ilmunya saat berada di kamp-kamp pejuang Afghanistan. Berbagai kemampuan strategi perang diyakini digunakan Baridin untuk menyiapkan para ''mujahid'' dalam bom bunuh diri.
Meski, hal itu dibantah keluarganya sebagaimana yang disampaikan Wasum (kakak kandung Baridin) dan istrinya, Jumiah. Mereka tidak yakin adiknya yang dikenal pandai itu menjadi bagian dari pelaku terorisme.
''Saya tidak percaya adik saya terlibat apa itu terorisme. Yang saya tahu, dia baik dan rajin mengaji serta mendirikan pondok untuk menampung anak-anak yang mengaji,'' tegas Wasum.
Sejak 2006, Baridin memang mendirikan pesantren yang dinamai Al Muaddib. Kiprahnya disokong para koleganya dari Tasikmalaya. Untuk mengurus pesantren, dia dibantu Ustad Mahfud sebagai direktur yayasan.
Baridin juga dikenal pandai meyakinkan orang untuk mengikuti keinginannya. Hal itu bisa dilihat dari kiprah Saifudin Zuhri yang mau membantu dirinya mencari ''calon pengantin'' bom bunuh diri di Jawa Tengah dan diperkirakan telah mempunyai 40 militan yang siap mati syahid. Salah satunya adalah Achmadi yang telah ditangkap polisi.
Ustad Mahfud mengaku tak mengenal jauh sosok Baridin. ''Saya kenal Pak Baridin hanya sebatas urusan pesantren dan yayasan. Selain itu, saya sama sekali tidak tahu,'' ujarnya
3 Komentar:
Wew.. di garut mah deket atuh ka rumah abang ;))
Oya ya bank sekalian bilang makasih kaos BSPP nya udah nyampe, thanks ya.
Mudah2 berita tsb benar adanya..
dengan begitu, mudah2an Indonesia kembali menjadi negara yang tentram, terbebas dari belenggu terorisme
terima kasih mas saya numpang baca2 sebentar, ditunggu komen baleknya..
Post a Comment
Silahkan Komentar Nye-Pam terpaksa saya Hapus.