Kampung Naga di Kecamatan Cilawu dan Salawu, persis di tapal perbatasan antara Kabupaten Garut serta Kabupaten Tasikmalaya mampu bertahan dari guncangan gempa bahkan hingga gempa bumi berkekuatan diatas 10 skala richter (SR).
Kampung Naga, sebuah kampung Tradisional yang dalam upaya menjaga jati diri Ki Sunda dari arus Modernisasi dan Globalisasi. Berniat menjaga kearifan lokal dan keutuhan budaya menolak untuk dipasangi Listrik, Pesawat Telepon apalagi mereka tidak mengenal adanya internet, budaya ngeblog dan tidak dipusingkan oleh problem cara mengganti layout facebook.
Akan tetapi sekali lagi kearifan lokal lebih bersahabat dengan alam, ini terbukti saat terjadi Gempa Dahsyat di Tasikmalaya, luar biasa memang Konstruksi Rumah Kampung Naga yang seluruh rumahnya dibuat dengan filosofi adat Sunda yang terbuat dari kayu dan bambu beratap Ijuk (Injuk : Bahasa Sunda).
Tidak mengalami kerusakan sedikitpun padahal kalau kita melihat posisinya yang berada di Lembah perbukitan Garut Tasikmalaya, lebih rentan dan berbahaya dibanding tempat lain jika terjadi Gempa Tektonik.
Mungkin konstruksi Bangunan di Kampung Naga patut ditiru oleh para peneliti Jepang yang negaranya sering terkena Gempa. Padahal letak dan posisi bangunan di Kampung Naga yang berada di lereng bukit adalah salah satu lokasi rawan gempa, yang harus dihindari selain lokasi rawan gempa lainnya yaitu dibibir pantai.
Karena posisi Kampung Naga yang kurang aman, bisa dibayangkan saat terjadi Gempa di Tasikmalaya 7,3 Skala Richter daerah ini diyakini digoyang lebih kuat dan lebih besar dibanding daerah sekitarnya karena posisinya di lereng bukit yang riskan jika terjadi gempa bumi.
Saat dikonfirm seorang warga kampung Naga, bukan dalam artian menantang datangnya Bencana Alam akan tetapi karena kepolosannya beliau berujar :
Rumah penduduk Kampung Naga tetap utuh dan tidak ada kerusakan yang membuat kekhawatiran penduduk meskipun getaran gempa bumi yang terjadi Rabu (2/9) sekitar pukul 14.55 cukup terasa kuat di daerah Kampung Naga.
“Ya terasa kuat gempa itu, tapi alhamdulillah tidak terjadi kerusakan apa-apa,” katanya.
Alasan tidak terjadinya kerusakan pada bangunan rumah penduduk Kampung Naga, kata Ade karena struktur dan pondasi bangunan didesain dengan filosofi adat Sunda yang hanya terbuat dari bambu dan kayu beratap ijuk.
“Rumahnya juga tidak pakai genting, dan saya yakin gempa bumi besar, seperti yang pernah terjadi pada tahun 1979 di Kampung Naga juga tidak terjadi kerusakan apa-apa, padahal wilayah Garut, Tasikmalaya dan sekitarnya pada saat itu banyak yang rusak berat” katanya.
Sementara itu rumah warga Kampung Naga berjumlah 113 rumah diantaranya bale tempat perkumpulan, dan masjid, dengan jumlah penduduk sebanyak 316 orang tidak mengalami kepanikan ketika gempa terjadi, mereka berkumpul di Mesjid membacakan Shalawat dan berdoa untuk saudara-saudaranya di tempat lain.
Sementara itu di luar Kampung Naga masih satu Kecamatan Salawu, dari data Radio telekomunikasi jumlah bangunan rumah warga yang rusak berat sebanyak 80 rumah, satu masjid rusak berat.
Sedangkan korban luka-luka mencapai delapan orang, mengalami shock sebanyak enam orang, bahkan menelan korban jiwa satu orang anak-anak akibat tertimpa bangunan rumah ketika gempa melanda daerah Kecamatan Salawu.
Kampung Naga, sebuah kampung Tradisional yang dalam upaya menjaga jati diri Ki Sunda dari arus Modernisasi dan Globalisasi. Berniat menjaga kearifan lokal dan keutuhan budaya menolak untuk dipasangi Listrik, Pesawat Telepon apalagi mereka tidak mengenal adanya internet, budaya ngeblog dan tidak dipusingkan oleh problem cara mengganti layout facebook.
Akan tetapi sekali lagi kearifan lokal lebih bersahabat dengan alam, ini terbukti saat terjadi Gempa Dahsyat di Tasikmalaya, luar biasa memang Konstruksi Rumah Kampung Naga yang seluruh rumahnya dibuat dengan filosofi adat Sunda yang terbuat dari kayu dan bambu beratap Ijuk (Injuk : Bahasa Sunda).
Tidak mengalami kerusakan sedikitpun padahal kalau kita melihat posisinya yang berada di Lembah perbukitan Garut Tasikmalaya, lebih rentan dan berbahaya dibanding tempat lain jika terjadi Gempa Tektonik.
Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekolompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya. Hal ini akan terlihat jelas perbedaannya bila dibandingkan dengan masyarakat lain di luar Kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga hidup pada suatu tatanan yang dikondisikan dalam suasana kesahajaan dan lingkungan kearifan tradisional yang lekatBeberapa bangunan menuju Kampung Naga yang dibangun dengan Arsitektur Spanyol dan Beton kuat juga beberapa bangunan dengan teknik dan teknologi arsitektur dengan model terkini banyak yang luluh lantak dan hancur berantakan. Di sekitar daerah ini satu orang meninggal dunia tertimpa bangunan rumah beton dan enam orang luka ringan.
Mungkin konstruksi Bangunan di Kampung Naga patut ditiru oleh para peneliti Jepang yang negaranya sering terkena Gempa. Padahal letak dan posisi bangunan di Kampung Naga yang berada di lereng bukit adalah salah satu lokasi rawan gempa, yang harus dihindari selain lokasi rawan gempa lainnya yaitu dibibir pantai.
Karena posisi Kampung Naga yang kurang aman, bisa dibayangkan saat terjadi Gempa di Tasikmalaya 7,3 Skala Richter daerah ini diyakini digoyang lebih kuat dan lebih besar dibanding daerah sekitarnya karena posisinya di lereng bukit yang riskan jika terjadi gempa bumi.
Saat dikonfirm seorang warga kampung Naga, bukan dalam artian menantang datangnya Bencana Alam akan tetapi karena kepolosannya beliau berujar :
“Tidak akan roboh, hingga gempa berkekuatan 10 skala richter,” kata kuncen Kampung Naga, Ade Suherlin, di Tasikmalaya, Jumat (4/9).Ia menerangkan gempa yang mengguncang Tasikmalaya dengan kekuatan 7,3 skala SR tidak menghancurkan bangunan rumah penduduk Kampung Naga yang berada diantara perbukitan dan pegunungan perbatasan Tasikmalaya dan Garut.
Rumah penduduk Kampung Naga tetap utuh dan tidak ada kerusakan yang membuat kekhawatiran penduduk meskipun getaran gempa bumi yang terjadi Rabu (2/9) sekitar pukul 14.55 cukup terasa kuat di daerah Kampung Naga.
“Ya terasa kuat gempa itu, tapi alhamdulillah tidak terjadi kerusakan apa-apa,” katanya.
Alasan tidak terjadinya kerusakan pada bangunan rumah penduduk Kampung Naga, kata Ade karena struktur dan pondasi bangunan didesain dengan filosofi adat Sunda yang hanya terbuat dari bambu dan kayu beratap ijuk.
“Rumahnya juga tidak pakai genting, dan saya yakin gempa bumi besar, seperti yang pernah terjadi pada tahun 1979 di Kampung Naga juga tidak terjadi kerusakan apa-apa, padahal wilayah Garut, Tasikmalaya dan sekitarnya pada saat itu banyak yang rusak berat” katanya.
Sementara itu rumah warga Kampung Naga berjumlah 113 rumah diantaranya bale tempat perkumpulan, dan masjid, dengan jumlah penduduk sebanyak 316 orang tidak mengalami kepanikan ketika gempa terjadi, mereka berkumpul di Mesjid membacakan Shalawat dan berdoa untuk saudara-saudaranya di tempat lain.
Sementara itu di luar Kampung Naga masih satu Kecamatan Salawu, dari data Radio telekomunikasi jumlah bangunan rumah warga yang rusak berat sebanyak 80 rumah, satu masjid rusak berat.
Sedangkan korban luka-luka mencapai delapan orang, mengalami shock sebanyak enam orang, bahkan menelan korban jiwa satu orang anak-anak akibat tertimpa bangunan rumah ketika gempa melanda daerah Kecamatan Salawu.
11 Komentar:
memang,, kang yang satu ni pintar bahas masalah yang baru dan uptodate.. rumah nenek ku juga bentuknya seperti itu,, ditopang ama batu, terus terbuat dari kayu dan bilik.. :D hehe.. sampe sekarang masih awet tuh
Subhanaalah ... kampung naga memang sarat dengan filosofi yg adi luhung.. sy pernah ke sana juga
Semoga bagi yg terkena bencana gempa kemarin diberi ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan ini
struktural bangunan yang seperti itu mungkin yang harus kita pelajari.
http://nowonline.blogspot.com/2007/10/banner-ucapan-idul-fitri.html
Bilih bade masang banner ucapan selamat idul fitri
Filosofis kampung naga okss banget..mungkin atap yang terbuat ijuk mengurangi beban bangunan saat terjadi gempa..
Dulu saya pernah beberapa kali kesana. Memang bentuk rumahnya unik dan masih tradisional. Tapi saya baru tau ternyata konstruksi bangunannya sangat bagus hingga bisa tahan gempa.
kenali dan kunjungi objek wisata di Pandeglang
Menarik sekali, saya baru tahu jika rumah di kampung naga demikian adanya...
tapi mungkin juga mereka tidak hancur dilanda gempa karena rumah2 tersebut tidak terlalu berat bebannya...
Keep Fighting,....
Gempa di SDSA makin dekat....
hekkk...ga nyambung kali,...
memang benar kang kita harus belajar banyak kepada orang-orang yang ada dikampung naga dengan kontruksinya.. bahan bangunan dari kayu memang tahan gempa kang.. ada daya kelenturan getuh... he...he.. sok tau nih aq.
telah dibuktikan bahwa pondasi dari kayu merupakan pondasi anti gempa.
Post a Comment
Silahkan Komentar Nye-Pam terpaksa saya Hapus.