Bom meledak lagi, kemudian meledak lagi. Masih meledak lagi. Nyawa-nyawa pergi kebingungan. Yang ditinggalkan meraung-raung. Air mata mengucur deras, kemanusian dihina, demokrasi ditampar, cinta ditikam akal sehat dicabik-cabik. Bumi pertiwi kembali bersedih hati.
Kita marah, kita mengutuk, rasanya hati kita ingin melompati hukum, kalau pelaku bom itu ada di depan anda sekarang, mungkin hanya dengan Eksekusi dan menghukum mati pelaku peledakan bom maka baru sepadan untuk kekeruhan jiwa para keluarga korban yang ditinggalkan.
Tentu saja kesehatan akal hukum kita tidak menyetujui emosi itu, tetapi rasanya demikian juga kata-kata yang muncul dari kedalaman kalbu kita.
Kita. Siapakah sebenarnya 'Kita' ? Siapa sajakah kita ? kalau yang mengutuk pemboman adalah kita, lantas pastikah yang melakukan pengeboman bukan kita ? melainkan mereka ? Bagaimana menjamin keadilan proses hukum untuk mengidentifikasi mereka di tengah-tengah kita.
Jadi dimana garis batas "Kita" sesungguhnya ? Kita seluruh Bangsa Indonesia ? Kita umat manusia sedunia ? Kita kelas-kelas ? Segmen dan Strata ? Kita politik kiri dan kanan ? kita pusat dan pinggiran ? Kita Amerika Serikat atau kita Irak ? Kita Toni Blair atau kita BBC ? Kita Howard atau kita Syafii Maarif dan Hasyim Muzadi ? Kita Manimaren dan Sukoi atau kita seberangnya ? Kita koalisi kekuatan sekuler 2009 atau kita kumpulan parpol agama ?
Apakah kita ini satu pihak ? Ataukah kita begitu ragamnya, sehingga -- ketahuan atau tidak, ternyata pelaku pemboman, inisiatornya, sponsornya, dalangnya adalah bagian dari kita ?
"Dimona Micro Nuclear" , inisial bom hantu yang mengorbankan 202 orang serta mencederakan 209 yang lain. Para pakar bom membungkam mulutnya setelah melakukan penelitian di lapangan.
Beberapa hari setelah meledak bom bali, dekat pusat lubang tanah di pusat ledakannya, seandainya anda ngobrol dengan para 'Pecalang' sudah mulai tercium 'bau Amrozi dan Imam Samudera CS'.
Kita marah, kita mengutuk, rasanya hati kita ingin melompati hukum, kalau pelaku bom itu ada di depan anda sekarang, mungkin hanya dengan Eksekusi dan menghukum mati pelaku peledakan bom maka baru sepadan untuk kekeruhan jiwa para keluarga korban yang ditinggalkan.
Tentu saja kesehatan akal hukum kita tidak menyetujui emosi itu, tetapi rasanya demikian juga kata-kata yang muncul dari kedalaman kalbu kita.
Kita. Siapakah sebenarnya 'Kita' ? Siapa sajakah kita ? kalau yang mengutuk pemboman adalah kita, lantas pastikah yang melakukan pengeboman bukan kita ? melainkan mereka ? Bagaimana menjamin keadilan proses hukum untuk mengidentifikasi mereka di tengah-tengah kita.
Jadi dimana garis batas "Kita" sesungguhnya ? Kita seluruh Bangsa Indonesia ? Kita umat manusia sedunia ? Kita kelas-kelas ? Segmen dan Strata ? Kita politik kiri dan kanan ? kita pusat dan pinggiran ? Kita Amerika Serikat atau kita Irak ? Kita Toni Blair atau kita BBC ? Kita Howard atau kita Syafii Maarif dan Hasyim Muzadi ? Kita Manimaren dan Sukoi atau kita seberangnya ? Kita koalisi kekuatan sekuler 2009 atau kita kumpulan parpol agama ?
Apakah kita ini satu pihak ? Ataukah kita begitu ragamnya, sehingga -- ketahuan atau tidak, ternyata pelaku pemboman, inisiatornya, sponsornya, dalangnya adalah bagian dari kita ?
"Dimona Micro Nuclear" , inisial bom hantu yang mengorbankan 202 orang serta mencederakan 209 yang lain. Para pakar bom membungkam mulutnya setelah melakukan penelitian di lapangan.
Beberapa hari setelah meledak bom bali, dekat pusat lubang tanah di pusat ledakannya, seandainya anda ngobrol dengan para 'Pecalang' sudah mulai tercium 'bau Amrozi dan Imam Samudera CS'.
Alangkah dahsyatnya kekuatan umat Islam di dunia ini, sekadar sebuah pesantren kecil tak terkenal di pinggiran Lamongan sanggup menghasilkan juru bom yang kualitasnya hanya bisa ditandingi oleh kader-kader CIA, Mossad, atau jaringan-jaringan profesional internasional para 'penggemar senjata' yang malang melintang mengentuti bumi namun bau dan keberadaannya sulit dilacak, melebihi 'siluman turunan setan manapun'.
Ini baru Amrozi dan Lamongan. Belum Jombang Pesantren Deanyar, Tebuireng, Bantar Beras, Tambak Beras, ataupun Rejoso. Mungkinkan ada yang sekelas Amrozi ? Apakah di setiap Pesantren mempunyai Labolatorium dan sarana, prasarana terorisme yang membuat kaum Mujahiddin Afganistan, Bosnia, dan Palestina hanya kelas kacangan ? Cukup Jawa Timur saja pasti sudah bisa membuat Amerika Serikat keder habis.
Kalau ditanya tentang bom, kita bertanya pada diri sendiri, siapa diantara 'kita' yang secara ilmiah dan teknologis memiliki pengetahuan dan penguasaan tentang Bom ? ada berapa ratus jenis bom yang pernah dibikin manusia sesudah mesiu diimpor dari kebudayaan pesta China ? Apa beda TNT dengan C4 dengan Dimona Micro Nuclear ? Bom apa yang bisa dirakit secara manual dan lainnya yang harus dibikin dengan mesin bom ? Negara mana saja yang memiliki fasilitas teknologi pembuatan bom sebagaimana yang diledakkan di Legian Bali ?
Tak pernah ada jawaban .. kita mungkin cuma sanggup bertanya pada rumput yang bergoyang.
source : EAN-Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki
3 Komentar:
Pertanyaan nya sekarang adalah apakah ada jamian bahwa tidak ada bom yang meledak lagi kalau amrozi and the gang di hukum mati. Jangan2 malam setelah mereka di hukum mati, para rekan mereka pada membalas atau melanjutkan misi mereka. Tidak perlu di jawab biarkan waktu yang menjawabnya
Horeeeeeeee PERTAMAX..PERTAMAX..
Mereka di hukum mati sebenarnya hanya untuk menghilangkan dalang sebenarnya bom bali itu,ingat bahan peledak TNT tidak mungkin mampu menghasilkan ledakan sedahsyat di bali,mantan kabakin ZA MULANI pemeriksa kasus bom bali bilang yang meledak itu adalah mikro nuklirbahwa bahan yang di pakai itu bukan TNT tapi C4
masih ratusan kasus ekskusi bahkan ada yang 20 thn lebih blum di ekskusi,tapi kok amrozi di ekskusi lebih dulu???
Post a Comment
Silahkan Komentar Nye-Pam terpaksa saya Hapus.